“Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu....” (QS. Al Taubah:105)
Kerja merupakan salah satu bentuk jihad yang besar dalam kehidupan beragama, khususnya dalam Islam. Banyak sekali kita temukan ayat maupun hadits yang sangat menganjurkan umat Islam untuk bekerja. Misalnya melalui ayat di atas, Allah memakai kata perintah – bekerjalah! Menandakan bahwa bekerja itu adalah sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang yang beragama dalam mengisi hidupnya. Sebab dengan bekerjalah manusia akan mampu mempertahankan eksistensi hidupnya di atas bumi ini. Ayat lain misalnya, Allah berfirman:”Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu dan carilah karunia Allah.....” (QS. Al Jumu’ah:10). Dua ayat ini memang secara eksplisit seakan-akan “mencambuk” kita semua untuk tidak bermalas-malasan dalam bekerja mencari rejeki Tuhan.
Dalam Islam, bekerja itu merupakan ibadah. Dengan demikian, bekerja apapun bentuknya harus dilandasi dengan sikap untuk beribadah kepada Tuhan. Sehingga bekerja tidak bisa dilepaskan dari dimensi ibadah. Itulah yang disebut oleh Prof. DR. Sayyed Hossein Nasr sebagai “Etika Kerja Islami”.
Dalam analisisnya, Nasr berhasil mengelaborasi di mana etika kerja telah menjadi komitmen generasi Muslim awal dengan meletakkan prinsip-prinsip etika kerja secara Isami. “Untuk memahami etika kerja Islami, saling kait-mengkait antara kerja, ibadah dan bahkan apa yang di dunia modern dikenal dengan leisure time sangatlah penting”, Komentar Nasr. Maka tidak berlebihan jika bekerja adalah juga ibadah. Apapun bentuknya dari pekerjaan kita, jika diniatkan untuk menjalankan perintah Tuhan, maka pekerjaan tersebut dengan sendirinya akan mempunyai nilai ibadah. Dan bekerja bisa disebut sebagai “Panggilan Tuhan”, yang dengan sebab bekerja seorang muslim dapat mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Dengan memahami bekerja sebagai “Panggilan Tuhan”, akan memberikan dampat yang positif bagi perkembangan etos kerja umat Islam bahkan umat agama lain yang bersinggungan dengan mereka. Sebab dengan perubahan paradigma seperti ini, umat Islam akan semakin memiliki semangat (ghirah) yang kuat untuk mengekplorasi potensi dirinya ke arah yang lebih maju.
Menurut Prof.DR. Nurcholish Madjid, bekerja itu adalah menjadi pertanda keberadaan manusia di atas muka bumi ini. Yakni, bahwa bekerja, amal, atau praktis adalah bentuk keberadaan (mode of existence) manusia. Artinya manusia ada karena bekerja, dan kerja itulah yang mengisi atau membuat eksistensi kemanusiaan. Jadi, jika failasuf Perancis, Rene Descartes, terkenal dengan slogan “Aku berfikir, maka aku ada (Cogito ergo sum-Latin) karena memang berpikir baginya adalah bentuk wujud manusia. Maka sesungguhnya, dalam ajaran Islam, slogan itu seharusnya berbunyi: “Aku bekerja, maka aku ada”.
Pandangan ini amatlah penting dalam ajaran Islam, misalnya kitab Al Qur’an menegaskan bahwa manusia tidak akan mendapatkan sesuatu apa pun, melainkan apa yang ia usahakan sendiri. “Belumkah ia (manusia) diberitahu tentang apa yang ada dalam lembaran-lembaran suci nabi Musa? Dan nabi Ibrahim yang setia? Yaitu, bahwa seseorang yang berdosa tidak akan menanggung dosa orang lain. Dan bahwa tidaklan bagi manusia itu, melainkan apa yang ia usahakan. Dan bahwa usahanya itu akan diperlihatkan kepadanya, kemudian ia akan dibalas dengan balasan yang setimpal. Dan bahwa kepada Tuhanmulah tujuan penghabisan”. (QS. An Najm:36-42).
Memahami ayat di atas, membawa kita untuk memahami betapa pentingnya bekerja bagi manusia, karena dengan bekerjalah manusia akan memiliki nilai dan harga di mata Tuhan dan di hadapan umat manusia lainnya. Bahkan dengan bekerja pula, Tuhan menegaskan kepada kita bahwa .... “bagi siapa yang benar-benar berharap bertemu dengan Tuhannya, maka hendaklah ia berbuat baik.....”. (QS. Al Kahfi: 110). Arti berbuat baik pada ayat ini, adalah bekerja yang positif – melakukan kreasi-kreasi baru untuk kemaslahatan umat manusia secara universal.
Nabi yang Agung bersabda dalam sebuah haditsnya yang sangat populer: ”Bekerjalah kamu untuk duniamu, seakan-akan kamu akan hidup untuk selamanya. Dan bekerjalah kamu untuk akhiratmu, seakan-akan kamu mati esok hari”.
Sebagaimana ayat-ayat di atas, hadits nabi ini pun mengajarkan kepada kita akan pentingnya nilai kerja dalam Islam, yang disertai dengan kesungguhan dan fokus terhadap apa yang kita lakukan. Di samping itu, umat Islam tidak boleh menganggap enteng, sekecil apa pun bentuk pekerjaan yang dilakukan. Ia harus memberi makna terhadap pekerjaannya itu, sehingga menjadi bagian integral dalam seluruh aktivitas hidupnya di dunia. Karena bekerja merupakan sarana untuk beribadah atau bertemu dengan Tuhan.
Selamat bekerja saudaraku!