Sunday, May 27, 2012

Mengenal Mutiarani, Siswi dengan Nilai UN Tertinggi se-Indonesia

Angling Adhitya Purbaya - detikNews
Minggu, 27/05/2012 06:10 WIB.
Mutiarani / Angling


Semarang, Mutiarani, murid kelas XII Akuntansi 1 SMKN 2 Semarang mendapatkan nilai tertinggi dalam kelulusan tingkat SMA/SMK/MA tahun 2012. Meski hidup dalam kesederhanaan, ia tidak pernah setengah-setengah dalam menempuh pendidikan.

Siswi yang dikenal pendiam tersebut tinggal bersama Ibu dan dua kakaknya yang sudah bekerja. Ibu Mutiarani, Sutarmi bekerja sebagai penjaga rumah milik pengusaha minyak di dekat rumahnya di desa Sutak RT6 RW4, Pudak Payung, Semarang. Sementara itu ayahnya, Juwarto meninggal sejak tahun 2007 lalu akibat penyakit ginjal.

Dengan penghasilan ibunya yang hanya Rp 600 ribu/bulan, tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pelajaran di bimbingan belajar selain sekolah. Namun demikian ia mengakali hal tersebut dengan belajar rutin mulai pukul 19.00 WIB.

"Sampai rumah biasanya pukul 15.00 WIB terus istirahat sebentar setelah itu membantu ibu. Terus pukul 19.00 WIB disempatkan belajar," kata Mutiarani di sekolahnya, jalan Dr. Cipto, Semarang, Sabtu (26/5/2012).

Sementara itu kakak Mutiarani, Tri Utami mengatakan, adiknya setiap kali belajar tidak pernah jauh dari televisi. Meski demikian pihak keluarga tidak melarangnya.

"Kalau belajar tidak pernah jauh dari televisi. Tapi kami sekeluarga percaya kalau adek (Mutiarani) bersungguh-sungguh," katanya.

Mutiarani mengaku senang menonton televisi apalagi jika ada jadwal pertandingan sepak bola. Bahkan ia mengaku rela begadang setelah belajar jika tim favoritnya yaitu Barcelona berlaga.

"Tapi waktu ujian kemarin enggak bisa nonton soalnya remote televisi disembunyikan ibu," ungkapnya sambil tersenyum.

Selain itu, meskipun jarak antara rumah dan sekolah Mutiarani yang mencapai 18 Kilometer dan harus ditempuh menggunakan angkutan kota, Mutiarani mengaku tidak pernah satu kalipun terlambat ke Sekolah.

"Saya berangkat dari rumah pukul 05.45 WIB, jadi enggak pernah terlambat," aku Mutiarani.

Mutiarani dikenal sebagai murid pendiam dan kurang menonjol di sekolahnya. Meski demikian, menurut Kepala Jurusan Akuntansi SMKN 2 Semarang, Sri Sulasmi, Mutiarani termasuk murid yang selalu mendapatkan nilai pelajaran baik.

"Anak yang tadinya diperkirakan mendapatkan prestasi malah kalah oleh Mutiarani. Tidak menyangka karena anaknya pendiam," katanya.

Mutiarani lulus dengan nilai akumulatif bahasa Indonesia 9,5 lalu nilai bahasa Inggris 9,5, Matematika 9,7 dan Kompetensi 9,6. Nilai itulah yang membuat Mutiarani memiliki nilai tertinggi ujian nasional tahun 2012.

Dara kelahiran 27 November 1994 tersebut juga mengaku terkejut dengan hasil ujian yang sangat membanggakan tersebut.

"Tidak menyangka karena saat tryout banyak yang nilainya lebih tinggi," akunya.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bunyamin mengaku akan mengawal jika ada siswa berprestasi dan jika diperlukan pihaknya juga akan membuat surat rekomendasi.

"Kami akan mengawal siswa yang berprestasi dan jika perlu kami akan membuat rekomendasi bahwa siswa tersebut berprestasi," ungkap Bunyamin.


(mpr/mpr)

Wednesday, May 23, 2012

Mahalnya Pendidikan Masa Kini

Rabu, 23 Mei 2012, 18:22 WIB
Blogspot.com
Mahalnya Pendidikan Masa Kini
Pendidikan tinggi (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID,CIPAYUNG -- Apa sih ukuran pendidikan Indonesia? Pendidikan unggul dipandang dari sisi pengelola bila sarana belajar mengajar terbaik, materi ilmu pengetahuan diajarkan termaju, dan motivasi belajar.

Untuk mengukur keunggulan relatif suatu pendidikan formal seperti sekolah dan universitas atau pendidikan non formal seperti pelatihan dan seminar, bisa dengan mempertanyakan tiga unsur esensial yang saling berkaitan. Bangunan sekolah reyot atau alat praktek tak ada, ilmu pengetahuan diajarkan ketinggalan, atau guru sering tidak masuk mengajar, semua pasti buruk hasilnya. Karenanya ada dana operasional memperbaiki sarana sekolah dan uji kompetensi untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi.

Di Indonesia cukup banyak sekolah dan universitas masuk kriteria memiliki sarana bagus, kurikulum pelajaran mencontoh negara maju dan jumlah pengajar dengan gelar bergengsi lulusan luar negeri.
Sehingga nampaknya terlihat pendidikan Indonesia sudah unggul.

Namun dalam hal apa pun, termasuk pendidikan, ukuran keunggulan sesungguhnya adalah kualitas, bukan kuantitas. Jika hanya copy-paste ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara atau pengajar lain kemudian diajarkan kembali, tidak mungkin unggul dibanding negara atau pengajar asalnya. Tanpa mencari sesuatu hal yang baru .

Contoh, dari hasil penelitian, tak sedikit mahasiswa yang hanya mencari gelar dengan jalan pintas seperti, membeli skripsi dengan membayar uang sebesar lima juta. Sedangkan dalam konteks pelajar SMA dalam menghadapi Ujian Nasional tak sedikit dari mereka yang bersantai-santai karena hanya mengandalkan kunci jawaban yang mereka beli dengan harga Rp 75.000 sampai Rp 100.000.

Masalah yang sering menimpa siswa-siswi di kota-kota besar yakni minat belajar. Jika di daerah-daerah pelosok siswa-siswinya mempunyai semangat yang besar untuk belajar walau dengan fasilitas minim, di kota-kota besar kebalikannya.

Di kota-kota besar mayoritas sarana pendidikannya lebih bagus, komplit serta nyaman. Akses yang bagus serta tenaga pendidik yang berkualitas. Tetapi justru dengan sarana “mewah” tersebut siswa-siswi-nya mayoritas tak memiliki minat belajar yang tinggi.

Ini bisa dilihat dari beberapa faktor, pertama siswa-siswi tersebut terlalu asik dengan kemajuan teknologi sehingga menurunkan minatnya akan belajar. Lalu dari sisi lain, terdapat siswa-siswinya yang lebih memilih membantu kedua orang tuanya mencari nafkah ketimbang untuk pergi sekolah, dikarenakan kondisi ekonomi. Tentunya hal ini sangatlah aneh, yang di daerah terpencil dengan fasilitas minim mati-matian berjuang demi pendidikan mereka tetapi yang di kota malah kurang sekali minat belajarnya.
Penulis: Dian Nugraha (SMAN 22), Steffani Agustin (SMAN 12), Lilis Uswatun Hasanah (SMAN 58), Yuliani dwi Pratiwi (SMAN 88)

Redaktur: M Irwan Ariefyanto
Sumber: SMA se Jakarta Timur

Tuesday, May 15, 2012

Mari Peduli Pendidikan!

Hari ini, selasa pagi (15/05) kami Yayasan Sekolah Rakyat Bogor yang berlokasi di Desa Cibedug Kecamatan Ciawi Bogor mendapat kunjungan tamu yang sekaligus teman lama saya waktu di Youth Islamic Study Club (YISC) Al Azhar dulu. Namanya Yulia Astuti Owner dari Moz5 Salon Muslimah yang sukses mengembangkan usaha salonnya di berbagai daerah.

Kawan saya ini, dibilang sukses di bidang kecantikan atau usaha salon muslimahnya dengan sistem franchise. Terbukti dengan berdirinya beberapa cabang usahanya di berbagai daerah. Sebutlah misalnya di Jabodetabek (13 lokasi), Banten (2 lokasi), Jawa Barat ( 4 lokasi) , Jawa Timur (4 lokasi) , Sumatera ( 2 lokasi) dan Kalimantan
 ( 1 lokasi).

Kedatangan mbak Yuli dan crewnya di Sekolah Rakyat Bogor adalah untuk bersilaturrahmi dan ingin berbagi bersama Guru-guru dan siswa kami, dengan memberikan layanan gratis berupa perawatan kecantikan dan refleksi kepada tenaga pengajar SMP Gratis SR Bogor dengan tema: "Berbagi Kebahagiaan dari Moayu Salon Muslimah untuk Guru". Sebagaimana diungkapkan Yuli kepada saya, kegiatan ini rutin dilakukan sebagai "bentuk bakti kami kepadamu guru". Karena gurulah maka saya bisa sukses dan menjadi seperti sekarang, ucap Yuli.

Pada kegiatan ini Moz5 Salon Muslimah yang mempunyai motto: "Untuk Kecantikanmu Hari ini dan Selamanya", juga memberikan sumbangan dana untuk pembangunan ruang kelas SMA Gratis yang sedang dibangun oleh pengurus Yayasan Sekolah Rakyat Bogor. Rencananya SMA Gratis ini sengaja disiapkan untuk menampung lulusan SMP Gratis yang baru saja tamat belajar tahun ini dan tahun sebelumnya.

Hemat saya, semakin banyak orang yang peduli terhadap pendidikan anak-anak pedalaman dan miskin ini, maka semakin besar juga peluang buat mereka untuk mendapatkan akses pendidikan. Dan dengan cara ini pula dunia pendidikan kita akan bisa terangkat nilai APK (Angka Partisipasi Kasar) nya, khususnya di Kabupaten Bogor dan daerah pedalaman lainnya di seluruh Indonesia.

Kepedulian kita, akan menjadi lilin yang bisa menerangi lingkungan anak-anak Indonesia yang terabaikan nasib pendidikannya selama ini.

Monday, May 14, 2012

Sumber Ilmu dan Keutamaannya

Dalam tulisan sederhana ini ijinkan saya menjelaskan sedikit dari mana sumber ilmu tersebut dan keutamaan ilmu dalam Islam. Secara singkat bisa dipaparkan dengan gamblang melalui pembahasan dua hal tersebut di bawah ini:

1. Sumber Ilmu

Ketika kita membahas masalah ilmu dalam pandangan Islam, terasa belum sempurna kalau belum menyinggung dari mana asal atau sumber ilmu tersebut. Persoalan ini dianggap penting untuk dikemukakan karena Islam memiliki pandangan tersendiri mengenai dari mana ilmu itu bersumber.

Di bawah ini ada beberapa pendapat yang bisa dijadikan acuan terkait dengan sumber ilmu dalam perspektif Islam, yaitu sebagai berikut:

a. Pendapat Afzalur Rahman dalam bukunya Qur'anic Science: "Bahwa al Qur'an merupakan sumber ilmu pengetahuan, yang telah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pendidikan kebudayaan umat manusia". Pengaruhnya itu antara lain ialah penemuan-penemuan ilmiah dan pertumbuhan ilmu pengetahuan yang sangat pesat di dunia Islam abad ke-7 sampai dengan abad ke-14 M. Demikian pula lahirnya abad kebangkitan di benua Eropa yang memperkenalkan bangsa Eropa pada unsur-unsur pokok dalam kehidupan dan kebudayaan (yaitu pengetahuan, penelitian, penalaran, dan kebebasan) sehingga memungkinkan kterciptanya penemuan-penemuan modern dalam ilmu pengetahuan.

b. Pendapat Imam Al Ghazali dalam bukunya Ihya 'Ulum al-Din: "Jika seseorang ingin memiliki pengetahuan masa lampau dan pengetahuan modern, selayaknya dia merenungkan al Qur'an," selanjutnya al Ghazali menambahkan:"Seluruh ilmu tercakupdi  dalam karya-karya dan sifat-sifat Allah, dan al Qur'an adalah penjelasan esensi sifat-sifat dan perbuatan-Nya". Di sinilah adanya indikasi pertemuan antara al Qur'an dengan ilmu-ilmu yang ada.

c. Dalam bukunya Jawahir al Qur'an ( Mutiara-mutiara al Qur'an), yang ditulis setelah Ihya, lebih jauh al Ghazali mengatakan pada bab "Munculnya ilmu-ilmu klasik dan modern dari al Qur'an" sebagai berikut: " Prinsip ilmu-ilmu ini, yang telah kami jelaskan dan yang belum kami klarifikasikan, bukanlah di luar al Qur'an, karena seluruh ilmu ini diraih dari salah satu lautan pengetahuan-Nya, yaitu lautan karya-Nya".

d. Pendapat al Suyuthi (wafat 911 H/1505 M) dalam bukunya al Itqan fi 'Ulum al Qur'an: yang memiliki pandangan yang sama, bahwa al Qur'an mencakup seluruh ilmu-ilmu. Lebih lanjut al Suyuthi mengatakan: "Kitab Allah itu mengandung segala sesuatu. Tidak ada bagian atau problem dasar suatu ilmu pun yang tidak ditunjukkan dalam al Qur'an, seseorang dapat menemukan aspek-aspek menakjubkan pada ciptaan-ciptaan dimensi spiritual langit dan bumi, apa yang ada dalam bagian-bagian teragung pada cakrawala, dan yang ada di bawah lumpur, awal mula penciptaan".

2. Keutamaan Ilmu

Hemat saya, Islam dan al Qur'an sebagai kitabnya sangat tinggi menghargai ilmu pengetahuan, mendorong untuk mencarinya, dan memuji orang-orang yang menguasainya, termasuk di dalamnya menjelaskan tentang ilmu dan pengaruhnya di dunia dan akhirat kelak. Ini menunjukkan keutamaan ilmu dibandingkan dengan kebodohan (kegelapan).

Imam al Ghazali dalam bukunya Ihya 'Ulum al Din, pada bab tentang ilmu mencoba memberikan komentar terhadap sebuah ayat dalam al Qur'an yang berkaitan dengan keutamaan ilmu dan orang yang berilmu, yang bersaksi di hadapan Allah. KAta al Ghazali:" MAka lihatlah bagaimana Allah SWT memulai dengan diri-Nya, keduanya dengan malaikat dan ketiganya orang-orang ahli ilmu. Dengan ini cukuplah bagimu untuk mengetahui kemuliaan, keutamaan, kejelasan dan kelebihan ilmu serta orang-orang ahli ilmu".

Ibnu Abbas ra. berkata:" Para ulama memperoleh beberapa derajat di atas kaum mukminin dengan tujuh ratus derajat, yang mana antara dua derajat itu ditempuh dalam perjalanan lima ratus tahun lamanya".

Di bawah ini beberapa alasan yang menunjukkan keutamaan ilmu dan orang yang berilmu dari Ibnu Qayyim al Jauziyyah sebagai berikut:
Pertama, Mereka yang diminta Allah Ta'ala untuk bersaksi terhadap keesaan-Nya adalah orang-orang yang berilmu, dan bukan kelompok manusia yang lain.

Kedua, Allah mengkonjugasi (menggabungkan) kesaksian orang-orang yang berilmu dengan kesaksian-Nya.

Ketiga, Allah mengkonjugasi (menggabungkan) kesaksian orang-orang yang berilmu dengan kesaksian orang-orang yang berilmu dengan kesaksian malaikat-malaikat-Nya.

Keempat, Allah mensifati mereka sebagai orang-orang yang berilmu. Ini menunjukkan bahwa ilmu itu diperuntukkan bagi mereka dan mereka adalah pemilik ilmu dan sahabat-sahabat ilmu.

Kelima, Allah SWT meminta diri-Nya "Saksi teragung" bersaksi kemudian meminta makhluk-makhluk-Nya yang terbaik untuk bersaksi, yaitu para malaikat dan orang-orang yang berilmu di antara hamba-hamba-Nya. (mnwr)






Sunday, May 13, 2012

Tak Ada Sekolah, Kandang Ayam pun Jadi

Liputan oleh: Fitriani Lestari
13/05/2012 05:53
Liputan6.com, Bulukumba: Potret dunia pendidikan di negeri ini masih saja buram. Lihat saja, bertahun-tahun sudah murid-murid Sekolah Dasar Negeri 310 Nannasa, Kecamatan Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan, belajar di kolong rumah seorang warga. Yang lebih memprihatinkan, kolong rumah ini dulunya adalah kandang ayam.

Bisa ditebak, bau tak sedap kotoran pun menyengat hingga mengganggu kegiatan belajar-mengajar. Gangguan juga datang dari ayam-ayam yang masih saja berkeliaran di tempat itu. Murid-murid ini terpaksa belajar di bekas kandang ayam karena lahan sekolah mereka disegel oleh Bakasang yang mengklaim sebagai pemiliknya. Bakasang kesal karena pemerintah tak juga membayarkan ganti rugi lahan tersebut.

Karena lama tak digunakan, gedung SDN 310 Nannasa kini rusak. Banyak peralatan sekolah yang berceceran tak terurus. Ironis memang, karena pemerintah setiap tahun mengklaim menaikkan anggaran pendidikan, namun faktanya masih saja ada anak didik yang tak bisa mendapatkan tempat belajar yang layak. Lalu, siapa sebenarnya yang menikmati anggaran pendidikan yang besar itu?(ADO)

Saturday, May 12, 2012

Sebuah Pengabdian untuk Pendidikan

Sehabis menunaikan shalat subuh, saya bergegas dari rumah menuju Desa Gobang Rumpin Bogor untuk bertemu dengan Pak Cecep Hadiat pengelola Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) Sekolah Rakyat Bogor. Dalam perjalan kali ini saya ditemani oleh dua teman saya mas Nurcholish dan mbak Ira D. Aini yang kebetulan menjadi team penulis buku Sekolah Rakyat Bogor. Selain silaturrahmi rutin, memang kunjungan kali ini untuk mewawancara pengelola SMP Gratis ini dan sekalian mengetahui kondisi mereka.

Alhamdulillah setelah menempuh perjalanan tiga jam, kami betiga pun sampai di kediaman pak Cecep, yang berlokasi di Desa Gobang Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor, sebelumnya melintasi jalanan yang berlubang dan rusak parah. Namun tidak mengurungkan niat kami yang sudah dirancang jauh hari sebelumnya. Kami disambut dengan penuh kehangatan oleh pak Cecep dan keluarga dengan menyuguhkan minuman teh hangat suguhan istrinya.



Setelah berbincang dan menikmati hidangan ala kadarnya, kami pun mulai melanjutkan perjalanan menuju tempat kegiatan belajar Syifa 2 (dua) yang dikelola oleh Pak Cecep dan Pak Sholeh. SMP Gratis yang berada di atas gunung Esing, dan untuk sampai di sekolah ini, kami membutuhkan waktu tiga jam dengan cara berjalan kaki. Sebuah perjalanan yang tidak mudah, karena setiap pejalan kaki harus menaiki gunung tersebut dengan tenaga ekstra ditambah dengan medannya yang tiap saat selalu
ada tanjakannya.

Dengan napas terengah-engah, sempat juga beberapa kali bami beristirahat untuk menghilangkan rasa lelah, akhirnya kami pun sampai di kampung Jantur Desa Gobang Rumpin. Di sinilah Tempat Kegiatan Belajar Mandiri Sekolah Rakyat Bogor Syifa dua didirikan, dengan bangunan sangat sederhana dan mulai lapuk karena memang dibangun seadanya oleh pak Soleh sebagai pengelola SMP Gratis ini.  Yang awalnya diperuntukkan bagi tempat pengajian warga masyarakat kampung tersebut beberapa tahun lalu.

Menurut pak Soleh, Kampung    yang terletas di atas gunung Esing ini dihuni oleh lebih kurang 400 kepala keluarga. Anak-anak kampung ini rata-rata tidak bisa mengenyam bangku sekolah, karena di samping jarak sekolah yang begitu jauh, ditambah juga dengan kondisi perekonomian keluarga yang memang sangat sulit. Karena mereka terisolasi dari kemajuan dan peradaban kota. Pak Soleh tidak sendirian, beliau dibantu oleh adeknya yang bernama Abed juga tamatan SMP Gratis Yayasan Sekolah Rakyat Bogor, dan mulai merintis pembukaan SMP Gratis tahun 2010 di kampungnya dengan nama TKBM Syifa dua. Di samping itu beliau juga membuka SD dan paket A untuk menyelamatkan generasi yang tercecer, ungkap pak Soleh dengan penuh semangat.

Rasa haru dan bangga menyelimuti perasaan saya, ketika mendengar cerita pak Soleh dan pak Cecep mengenai perjuangannya mengajak dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk anak-anak mereka kelak. Menurut pak Soleh dan Pak Cecep, awalnya pendidikan umum diharamkan oleh tokoh masyarakat di kampung ini karena yang boleh berkembang hanya pendidikan agama seperti pesantren. Tapi pak Cecep dan pak Soleh tidak pernah mengalah dengan keadaan dan penilaian orang. Yang ada di pikiran mereka berdua bukan masalah perbedaan ilmu agama dan ilmu umum yang perlu diperdebatkan, tapi bagaimana agar anak-anak tetap sekolah dan bisa mendapatkan ilmu pengetahuan. Sebab Islam sendiri sangat mendukung dan mewajibkan setiap umat muslim untuk menuntut ilmu setinggi mungkin. Saya pun teringat pernyataan Ali bin Abi Thalib: " Ajarilah anak-anakmu dengan ilmu, karena mereka hidup bukan pada jamanmu". Artinya, menyiapkan generasi penerus yang memiliki ilmu pengetahuan dan berakhlak adalah keniscayaan. Karena anak-anak tersebut akan hidup tidak sejaman dengan orang tuanya.

Pak Cecep dan pak Soleh, adalah potret manusia yang memiliki komitmen yang sangat tinggi terhadap kelanjutan generasinya. Betapa tidak, mereka harus menempuh perjalanan yang sangat melelahkan tiap mendidik siswanya. Seakan-akan mereka berdua memberikan pesan kepada siapa pun yang pernah "bersentuhan" dengannya, akan pentingnya nilai pengorbanan dalam melahirkan tunas-tunas baru yang mampu menjadi penerang kegelapan yang bernama kebodohan. Itulah hakekat pendidikan yang terabaikan selama ini!

Sering kita dengar, bahwa pendidikan adalah hak setiap anak bangsa, namun yang mampu mewujudkan kalimat ini adalah orang sederhana seperti pak Cecep dan pak Soleh. Mereka memiliki dedikasi dan pengorbanan yang sangat tinggi untuk merealisir sepenggal kalimat yang tertuang dalam UUD 45 itu. "Pendidikan adalah HAK setiap anak bangsa". Kenyataannya masih jutaan anak Indonesia yang berada di pelosok-pelosok negeri yang belum bisa mengenyam bangku sekolah. Ini realitas yang harus dijawab bersama oleh kita semua dengan cara berbuat sekecil apapun bentuknya untuk memberi akses kepada anak-anak negeri agar bisa tetap sekolah.

Saya sangat berharap, lewat Yayasan Sekolah Rakyat Bogor dapat membantu mereka agar bisa merenovasi gedung sekolahnya untuk sarana belajar siswa SMP Gratis ini. Mohon doanya dan kontribusinya kawan.

Selamat buat pak Cecep dan pak Soleh atas dedikasi dan semangatnya melayani anak-anak.







Tuesday, May 8, 2012

Dari Master, Doktor dan Profesor Turun Gunung...




"Saya orang pertama yang apply program ini," ujar Arief Fadhilah, AK, MBA., dengan nada bangga. Arief adalah dosen Prasetiya Mulya yang menjadi pengajar pada program Inkubator Kewirausahaan bagi Pengajar Sekolah Rakyat Bogor. Bagi Arief keikutsertaannya dalam program ini merupakan kesempatan pengabdian kepada masyarakat, apalagi yang diberikan pelatihan adalah guru-guru.

"Ini adalah kesempatan langka, saya sudah sering memberikan pelatihan kepada orang-orang di daerah, tapi mereka bukan guru. Menariknya, memberikan pelatihan kepada guru, di samping ilmu yang mereka dapatkan bisa dia terapkan untuk dirinya sendiri dalam berwirausaha, mereka juga bisa  menyampaikannya kepada muritd-muridnya. Mereka bisa menginspirasi dan melakukan bimbingan kepada murid-muridnya, dari sini diharapkan akan tumbuh wirausahawan-wirausahawan baru, dan ini otomatis berarti mengangkat ekonomi banyak orang," jelasnya.
 


Arief memang antusias sekali membicarakan keikutsertaannya dalam program sosialnya ini. Bagi dia berbagi ilmu adalah sebagai sebuah pengabdian yang membahagiakannya. "Saya ingat kata-kata kakek, kalau semua orang berpendidikan, tidak akan ada orang yang mau mencuri," ujarnya mengingat kembali kata-kata kakeknya.

Arief pada program ini memberikan materi tentang pengelolaan pendapatan. Peserta diberikan pengetahuan bagaimana memisahkan uang pribadi dan uang usaha. Membedakan biaya tetap dan biaya variabel sampai bagaimana menghitung biaya pokok dan harga jual. Dia juga memberikan beberapa kali simulasi bagaimana menerapkan itu kelak dalam berwirausaha.

Arief adalah salah satu dosen terbaik yang dimiliki oleh Sekolah Bisnis Prasetiya Mulya. Arief menempuh pendidikan S1 di Universitas Indonesia pada 2009. Kemudian memperoleh gelar MBA dari Universiti Putra Malaysia pada 2003. Telah bekerja sebagai dosen di Prasetiya Mulya selama lima tahun.

Prasetiya Mulya memang terlihat serius menggarap program kerjasama dengan Yayasan Sekolah Bogor ini. Mereka menurunkan dosen-dosen terbaik yang dimilikinya, dari mulai yang bergelar MBA, MM, MBT, M. Eng sampai PHD dan Doktor bahkan Guru Besar (Profesor).

Mereka antara lain Nugroho Suryo, Ph.D memberikan materi Modal Kewirausahaan, Dr. Achmad Setyo Hadi untuk materi Dinamika Kelompok, Arief Fadhilah, MBA untuk materi Pengelolaan Pendapatan, Noco F. Samad, MMT, MBT untuk materi Pembuatan Laporan Keuangan Sederhana. Prof. Ignas G. Sidik, DBA memberikan materi Strategi Pemasaran, Andrey H. Pulungan M. Com memberikan materi Pengelolaan Aset.


Dosen-dosen lainnya yang juga berpartisipasi adalah: Luciana Haryono, MM., Prof. Andreas Budiharjo, Ph.D.,  Lies Dahlia, MM., Lenny Soenaryo, Ph.D., Safitri Siswono, MM. dan Burhan Primanintyo, M.Eng.

Tentu program ini disambut antusias oleh para guru-guru yang tergabung di Yayasan Sekolah Rakyat Bogor, "Luar biasa, sekolah bisnis terkemuka yang telah melahirkan banyak pengusaha mau memberikan pelatihan buat para guru Sekolah Rakyat," ujar Rifanti dengan nada senang.

Laporan ditulis oleh Warsa Tarsono
www.wtarsono.blogspot.com

Monday, May 7, 2012

Demi UN, Siswa Tempuh 52 Km Lintasi Gunung dan Hutan

Demi UN, Siswa Tempuh 52 Km Lintasi Gunung dan Hutan
Junaedi | Benny N Joewono | Senin, 7 Mei 2012 | 06:12 WIB

Dibaca: 2122

KOMPAS.com/ Junaedit Demi bisa mengikuti ujian, para siswa di desa-desa terpencil di Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, terpaksa berjalan kaki melintasi gunung terjal dan hutan belantara puluhan kilometer secara berkelompok karena sekolah mereka tak bisa menggelar ujian nasional. Dengan bekal seadanya para siswa meniggalkamn kampung halaman dan keluarga mereka dengan harapan tahun ini mereka bisa lulus ujian dengan baik. 
PINRANG, KOMPAS.com - Demi mengikuti ujian nasional tingkat sekolah dasar yang akan digelar serentak Senin (7/5/2012), ratusan anak-anak desa terpencil di Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, terpaksa menempuh perjalanan sepanjang 53 kilometer dengan berjalan kaki menaklukkan gunung, hutan belantara serta melintasi jembatan berbahaya sebelum mereka naik mobil ke lokasi ujian.

Dengan bekal seadanya para siswa yang bertekad lulus ujian ini berangkat secara berkelompok. Bagi sekolah yang letaknya lebih jauh dari lokasi ujian, siswa mereka telah bernagkat meninggalkan kampung halaman dan keluarga mereka sejak Sabtu kemarin.

Puluhan anak-anak SD terpencil di desa Kaluku, kecamatan Lembang, kabupatenj Pinrang ini misalnya meninggalkan kampung halaman dan keluarga mereka untuk mengikuti ujian nasional sejak pukul 6.00 wita agar tidak kepanasan di jalan.

Minimnya sarana transfortasi dan kondisi medan yang bergunung dan berbukit terjal memaksa anak-anak ini harus berjalan kaki hingga puluhan kilometer, sebelum melanjutkan perjalanan mereka menggunakan angkutan umum ke lokasi ujian.

Para siswa sengaja berangkat secara berkelompok karena mereka tak berani melintasi hutan rimba, gunung terjal dan menyeberangi jembatan berbahaya. Sejumlah orang tua siswa yang menghawatirkan keselamatan akan anaknya sengaja menghantar sendiri anaknya hingga ke lokasi ujian.

Warga lainnya menyumbangkan beberpa ekor ayam untuk anak-anak mereka sebagai bekal di tempat ujian Karena kelelahan melintasi hutan rimba dan gunung terjal, anak-anak ini harus berisitirahat beberapa kali sebelum tiba di tempat tujuan.

Kehabisan bekal dan air minum di jalan tak membuat anak-anak ini kehilangan cara. Aneka buah-buahan seperti jeruk, jambu yang tumbuh liar di sepanjang jalan menjadi dewa penolong bagi anak-anak yang sedang kelelahan dan kehausan ini.

Sarafah, salah satu peserta ujian dari sd 150 Kaluku ini mengaku kelelahan menempuh perjalanan dari sekolah ke lokasi ujian. Karena takut melintasi hutan dan gunung terjal sendirian, sarafah sengaja berangkat secara berkelompok.

"Saya Takut jalan sendiri karena jauh, makanya jalan berkelompok dnegan teman-teman lain," ujar sarafah mengaku bertekad bisa lulus ujian tahun ini.
Gafur, salah satu guru yang mengawal siswanya ke lokasi ujian ini menjelaskan, siswanya terpaksa dievakuasi ke kota mengikuti ujian nasional, karena sekolahnya tahunn ini tidak ditunjuk sebagai pelaksana ujian nasional.

"Para siswa terpencil ini harus dievakuasi ke kota untuk mengikuti ujian bersama rekan-rekan mereka yang lain karena banyak sekolah terpencil tak bisa jadi pelaksana ujian,"tutur Gafur Nasrul, peserta ujian lainnya mengaku optimis bisa lulus ujian setelah enam bulan mempersiapkan diri belajar dengan baik di sekolahnya.
Nasrul yakin bisa menjawab semua pertanyaan ujian yag akan diajukan selama tiga hari. "Dengan persiapan lebih enam bilan saya yakin akan bisa menjawab seluruh soal-soal ujian dengan baik,"ujar Nasrul Usai berisitirahat sejenak sambil menikmati bekal seadanya, para siswa yang dikawal sejumlah guru dan orang tua siswa ini kembali melanjutkan perjalana mereka.

Setelah menempuh perjalanan selama dua jam lebih para siswa ini akhirnya melanjutkan perjalanan menggunakan angkutan umum. Keterbatasan biaya, membuat pihak sekolah hanya menyewa satu unit kendaraan untuk menampung 21 siswa termasuk barang-barang bawaaan mereka seperti beras dan kayu.

Bisa dibayangkan angkutan umum jenis mikrolet ini tentu ukurannya sangat semput untuk manmpung puluhan siswa. Meski disusun dan berdesak-desakan di mbil kecil, para siswa ini tampak tetap bersemangat.
Canda tawa dan saling ledek sesama teman mereka kerap terlontar hingga menimbulkan tawa lucu di antara mereka.

Sejumlah siswa di sekolah terpencil yang jaraknya lebih jauh bahkan sudah berangkat lebih awal Sabtu (5/5/2012) kemarin agar bisa mengikuti ujian tepat waktu.
Setelah menempuh perjalanan selama satu jam lebih, mobil angkutan umum sewaan ini akhirnya tiba di rumah penduduk tak jauh dari sekolah tempat mereka ujian. Seluruh siswa dan barang bekal mereka seperti kayu bakar, beras dan kelapa langsung didrop.

Para siswa berharap setelah lelah menempuh perjalan panjang dari desa ke lokasi ujian, mereka bisa beristirahat sejenak sebelum, Senin hari ini tinggal berjuang agar bisa lulus ujian tahun ini.

Agar Guru Mandiri Secara Financial

Agar Guru Mandiri Secara Financial

Jarak dua kilometer harus ditempuh oleh Rifanti, saat dia akan mengajar di Tempat Kegiatan Belajar Mandiri Attin di Ciawi Bogor. Rifanti tidak mengeluh dengan kondisi tersebut, walaupun honor mengajar yang dia terima hanya sebesar lima ribu rupiah setiap harinya. Bagi Rifanti, ada kebahagiaan lain yang dia dapat dari kegiatan tersebut yang bukan berbentuk materi.

Rifanti tidak sendiri, ada banyak pengajar lain yang juga mempunyai kondisi yang sama. Seperti itulah dunia pendidikan di Indonesia, fasilitas pendidikan yang kurang dan kesejahteraan pengajar yang kurang memadai. Itulah cermin kesalahan mengelola negara ini oleh pemerintahan sebelumnya dan saat ini.

Untungnya di negara ini masih banyak orang-orang seperti Rifanti yang bersedia mengabdikan hidupnya untuk pendidikan masyarkat di sekitarnya, walaupun dengan imbalan apa adanya.
Rifanti adalah salah satu dari pengajar TKBM yang tergabung di Yayasan Sekolah Rakyat (YSR) Bogor yang di ketuai oleh Munawar M. Ali, mantan aktivis Youth Islamic Study Club YISC Al-Azhar. YSR Bogor saat ini menaungi 18 TKBM yang ada di Bogor, dengan jumlah pengajar 165 orang guru dan murid-murid sebanyak 1300 anak.

Munawar gelisah dengan kondisi tidak memadainya honor para pengajar yang tergabung dalam yayasannya. Maka, kemudian Munawar mencoba melakukan upaya-upaya lain yang bisa menambah kesejahteraan pengajarnya. Akhirnya ditemukanlah program pelatihan Kewirausahaan bagi para pengajar, dan ditawarkan kepada lembaga-lembaga yang bersedia membantu.
Program tersebut kamudian direspon positif oleh Sekolah Bisnis Prasetya Mulya. YSR dan Sekolah Bisnis Prasetya Mulya sepakat untuk mengadakan Inkubator Kewirausahaan sebanyak enam kali pertemuan dengan 12 materi. Materi tersebut antara lain meliputi: Modal Kewirausahaan, Dinamika Kelompok, Pengelolaan Pendapatan, Pembuatan Laporan Keuangan, Strategi Pemasaran, Pengelolaan Aset, Pengelolaan Akutansi, Motivasi 2 kali pertemuan, Motivasi Berwirausaha, Sumber Daya Manusia, dan Ringkasan Program.
Pada akhir program para pengajar peserta pelatihan yang akan mempresentasikan ide-ide bisnis yang mereka ingin lakukan. Ide-ide tersebut kemudian akan disaring, bagi yang layak akan diberikan modal untuk dijalankan. "Saya sudah mendapat komitmen, ada orang yang bersedia memberikan modal usaha," ujar Munawar saat pembukaan hari ke dua pelatihan tersebut.

Laporan oleh Warsa Tarsono
www.wtarsono.blogspot.com

Sunday, May 6, 2012

Pendidikan Indonesia Dinilai Kehilangan Arah

Pendidikan Indonesia Dinilai Kehilangan Arah
Gandang Sajarwo | Lusia Kus Anna | Sabtu, 5 Mei 2012 | 10:38 WIB.


Share:

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Suasana belajar-mengajar di Kelas 1 SDN Tambora 02 Petang, Jakarta Barat, Rabu (25/4). 
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Dunia pendidikan Indonesia dinilai telah kehilangan arah. Saat ini pendidikan hanya dimaknai sebagai teknik manajerial persekolahan yang hanya menitikberatkan pada kemampuan kognitif dan meminggirkan pendidikan karakter bangsa. Pendidikan semacam itu dinilai hanya akan menghasilkan manusia yang individual, serakah, dan tidak memiliki rasa percaya diri.
Karena itulah, sejumlah pakar menilai pendidikan Indonesia perlu dikembalikan pada filosofi pendidikan yang digagas Ki Hadjar Dewantara, yaitu pendidikan yang bersifat nasionalistik, naturalistik, dan spiritualistik. Berangkat dari kondisi tersebut, sedikitnya 26 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di Yogyakarta akan menggelar Kongres Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan 2012.
Menurut ketua panitia kongres, Dr Kunjana Rahardi, melalui kongres ini diharapkan bisa dirumuskan kembali prinsip-prinsip pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan yang memadai bagi pengembangan peradaban Indonesia di tengah globalisasi.

"Pendidikan itu seharusnya memanusiakan manusia. Kalau sistem pendidikan kita bisa konsisten menerapkan pendidikan yang nasionalistik, naturalistik, dan spiritualistik, yang holistik dan tidak sepotong-sepotong pasti akan menghasilkan manusia Indonesia yang berkarakter," kata Kunjana, Jumat (4/5/2012) di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Di tempat yang sama, Prof Sutaryo selaku ketua panitia pengarah mengatakan bahwa kongres ini bermula dari keprihatinan para pendidik di Yogyakarta, yang melihat bahwa dunia pendidikan di Indonesia telah kehilangan arah.

"Konsep pendidikan yang digagas Ki Hadjar Dewantara saat ini telah mengalami kebekuan. Yang berkembang justru pendidikan dengan konsep dari Barat yang menjadikan manusia individualis dan serakah, yang tentunya tidak sesuai dengan bangasa kita," kata Prof Sutaryo.

Kongres itu sendiri akan dilaksanakan tanggal 7-8 Mei, bertempat di Balai Senat UGM. Dari kongres itu diharapkan akan muncul sebuah rekomendasi yang bersifat filosofis, ideologis, kebijakan, dan aplikasi pendidikan yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia dan Pancasila. Selain menghadirkan Gubernur DIY Sultan HB X sebagai keynote speaker, kongres tersebut juga akan menghadirkan Prof Wiendu Nuryanti (Wamendikbud Bidang Kebudayaan), Prof Musliar Kasim (Wamendikbud Bidang Pendidikan), Prof Djoko Santoso (Dirjen Dikti), dan Dedy Gumilar (anggota Komisi X DPR), serta sejumlah tokoh lainnya.

Berita Terkait:

Tuesday, May 1, 2012

Yayasan SR Bogor dengan Prasetiya Mulya Latih Guru Pamong Berwirausaha

Liputan dari Jurnal Bogor tentang kegiatan Program Inkubator Kewirausahaan Yayasan Sekolah Rakyat Bogor dengan Prasetiya Mulya :


Pengembangan pendidikan dan kompetensi tenaga pendidik untuk sekolah terbuka di Indonesia masih harus terus dikembangkan. Untuk memberikan kontribusi yang nyata, STIE Prasetiya Mulya menyelenggarakan Program Ikubator Kewirausahaan bagi para guru yang tergabung dalam Yayasan Sekolah Rakyat Bogor.

Program pengabdian kepada masyarakat ini merupakan bentuk kepedulian STIE Prasetiay Mulya terhadap dunia pendidikan di idonesia. Hal ini dikatakan Secretary General Entrepreneurship Development Centre (EDC) STIE Prasetiya Mulya, M. Setiyawan Kusmulyono, saat pembukaan Program Inkubator Kewirausahaan di Sekolah Rakyat Bogor (SRB) pada hari minggu (29/04).

Setiawan mengatakan, sasaran program ini adalah terwujudnya kemandirian dan kreativitas dari guru SRB agar mampu mengembangkan pendidikan dengan semangat dan nilai kewirausahaan. Untuk mencapai sasaran tersebut, Prasetiya Mulya menampilkan dosen-dosen yang memiliki kompetensi terbaik di bidangnya. Program yang berdurasi enam minggu ini langsung dilanjutkan dengan perkuliahan minggu pertama. Dosen dari STIE Prasetiya Mulya, Nugroho Suryo, Ph.D dan Dr. Achmad Setyo Hadi masing-masing membawakan materi mengenai “Wirausaha yang Sukses dan dinamika kelompok”. Sebanyak 30 Orang guru yang hadir dari berbagai Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) Sekolah Rakyat Bogor juga bertanya langsung kepada para pemateri.

Pada penyelenggaraan pertamanya, program ini disambut antusias oleh guru SRB yang rata-rata berusia di atas 30  tahun. Asep salah satu peserta mengakui bahwa dirinya mendapatkan banyak pelajaran berharga dari kegiatan yang gratis ini. Senada dengan Asep, Munawar M.Ali Ketua Umum Yayasan Sekolah Rakyat Bogor berharap bahwa program ini tidak hanya sekadar memberikan teori semata, tetapi akan mengajarkan bagaimana seorang guru mampu membuat “Bisnis Plan” sesuai dengan kemampuannya dan kecenderungan bisnisnya. Para guru ini, lanjut Munawar, pada gilirannya akan mentransfer ilmu dan pengalamannya kepada siswanya di TKBM masing-masing.

Sekolah Rakyat Bogor sendiri merupakan sebuah yayasan pemerhati pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal setingkat SMP dengan format sekolah terbuka. Pendirian sekolah ini diawali dengan rasa kepedulian yang tinggi dari pemerhati pendidikan di Bogor, setelah melihat banyaknya anak-anak yang putus sekolah selepas tamat SD. Sekolah yang mulai dirintis sejak tahun 2002 oleh Munawar dkk tersebut, kini sudah ada di 18 tempat dengan jumlah siswa 1.300 orang dan 165 guru relawan.

Lokasi TKBM Sekolah Rakyat Bogor, tersebar di berbagai kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Dengan biaya pendidikan yang gratis, anak-anak sekolah bisa mengenyam pendidikan dengan baik di sekolah-sekolah yang ada. Begitu pun rata-rata guru SR Bogor ini menapatkan imbal jasa seadanya bahkan ada yang tidak dibayar sama sekali. 

Para guru di TKBM Sekolah Rakyat Bogor ini akan terus mendapatkan sentuhan kewirausahaan. Program Inkubator Kewirausahaan ini berlangsung mulai tanggal 29 April hingga 03 Juni 2012. Program ini dilaksanakan setiap hari Minggu dengan kegiatan terdiri dari dua hingga tiga sesi penyampaian materi.

Menurut Setiawan, jumlah Dosen Prasetiya Mulya yang akan memberikan pengajaran pada Inkubator ini berjumlah 12 orang dan akan memberikan materi sesuai dengan kompetensinya masing-masing . Pada akhir program, setiap peserta didik juga akan ditantang oleh para dosen untuk menyampaikan ide bisnisnya sesuai dengan potensi lokal yang ada di lingkungan TKBM masing-masing.

Setiawan berharap, lewat inkubator bisnis ini akan lahir wirausaha-wirausaha dari Yayasan Sekolah Rakyat Bogor yang dapat mensejahterkan dirinya, lingkungan sekitarnya dan memberikan kontribusi demi kelangsungan Yayasan Sekolah Rakyat Bogor di masa yang akan datang.