Miris memang!
Itulah kata yang pertama terlontar ketika saya mendengar radio, menonton TV dan membaca berbagai media hari ini (13 Desember 2011). Betapa tidak , kita dikejutkan lagi dengan berita kekerasan di dunia pendidikan yang dilakukan oleh beberapa oknum guru dan kepala sekolah SMKN 29 Jakarta Selatan yang harusnya bertugas mendidik dan mengayomi anak didiknya agar memiliki akhlak dan budi pekerti yang baik.
Sebanyak 150 siswa SMKN 29 Jakarta Selatan tersebut mengalami kekerasan fisik berupa tamparan, pukulan dan sabetan ikat pinggang yang dilakukan oleh sejumlah guru dan kepala sekolah mereka. Kejadiannya pada kamis (8/12) dan jumat (9/12) membuat siswa trauma (Berita kota, 13/12).
Kekerasan dalam dunia pendidikan memang kerap kali terjadi dan hemat saya, angkanya bukan malah berkurang dari hari ke hari, namun mengalami kenaikan yang signifikan. Belum lagi kalau ditambah dengan kasus yang lain, seperti pelecehan seksual dan pemerkosaaan yang juga terjadi di area sekolah. Alih-alih menjadi wadah pembinaan dan penerapan nilai-nilai kebajikan terhadap peserta didiknya, malah yang terjadi sebaliknya, yaitu pengebirian potensi peserta didik dan bahkan melakukan kekerasan demi menjaga gengsi dan nama baik (citra) sekolah. Alhasil, siapa yang dirugikan dari berbagai kasus kekerasan yang sering terjadi di sekolah atau dunia pendidikan kita? Jawabannya, selain nama baik lembaga pendidikan, yang paling rugi dan selalu menjadi korban adalah peserta didik. Tengok saja dari setiap kasus kekerasan di dunia pendidikan selama ini, pasti yang menjadi sasaran adalah anak didik atau siswa. Karena guru memang tidak pernah mengenal kata-kata salah. Mereka (guru) selalu berada pada posisi yang benar. Makanya yang akan menerima hukuman atau sanksi selalu murid atau anak didik. Baik hukuman diskors, disuruh berdiri di depan teman sekelasnya untuk dicemooh ramai-ramai, dicukur rambutnya dengan gaya yang tidak pantas, dipukuli, disabet dengan ikat pinggang, bahkan ada yang dihajar sampai menghembuskan napasnya yang terakhir.
Mengerikan memang!!
Diakui atau tidak, inilah potret dunia pendidikan kita saat ini. Lalu ke mana budaya kesantunan dan saling asah - asuh yang selama ini pernah menghiasi jati diri bangsa kita? Kenapa pula dunia pendidikan yang menjadi sasaran empuk kekerasan? Sudah separah itukah moralitas dan akhlak kita sebagai anak bangsa? Pertanyaan ini harus menjadi fokus kita semua, karena dunia pendidikan merupakan harapan kita bersama sebagai wadah yang akan mencetak generasi bangsa yang bermoral dan memiliki karakter yang baik di masa yang akan datang. Karena pendidikan yang baik adalah masa depan suatu bangsa itu sendiri.
Ungkapan yang berbunyi: “Anak adalah masa depan orang tuanya”. Tidak salah lagi! Oleh karena itu, marilah para pendidik (guru) di manapun kalian berada, ayo kita didik anak-anak kita dengan kasih sayang, karena dengan kasih sayanglah mereka akan bisa tumbuh dan menerima ilmu pengetahuan dengan baik. Percayalah! Tidak ada manusia yang bisa tumbuh dengan sempurna di bawah tekanan ataupun kekerasan. Oleh karena anak didik kita juga merupakan masa depan kita semua dan juga merupakan masa depan bangsa dan negaranya. Dari merekalah lahir pemimpin-peminpin besar yang kelak juga akan memimpin kita semua.
Untuk menutup tulisan singkat ini, saya mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Gandhi tentang perdamaian: “ Untuk melahirkan perdamaian dunia, maka mulailah dari anak-anak”. Stop kekerasan saudaraku, karena tidak ada gunanya!
Allahu a’lam..
No comments:
Post a Comment