Pada hari sabtu, 25 Februari 2012 yang lalu, saya diundang untuk menghadiri acara “Training Pengajar Keren” yang diadakan oleh teman-teman yang bernaung di bawah komunitas yang mereka beri nama “Save Street Child”. Komunitas ini bergerak untuk membina anak-anak jalanan (atau yang kerap dipanggil Anjal) singkatan dari anak jalanan.
Saya pribadi tertarik karena penggeraknya seorang perempuan muda yang masih duduk di bangku kuliah dan tercatas sebagai ketua BEM Universitas Paramadina Mulya. Dialah Sheilayla Latifah, penggerak yang menggerakan teman-temannya yang berada di beberapa daerah untuk melakukan hal yang sama, yaitu mengelola dan mendidik anak-anak jalanan yang kerap diabaikan oleh siapa pun selama ini.
Pada kesempatan yang langka ini, saya ikut berbagi pengalaman bagaimana mengelola Yayasan Sekolah Rakyat yang selama ini menjalankan pendidikan gratis bagi anak-anak pedalam bogor dan sudah berjalan selama sepuluh tahun. Secara spirit, apa yangdilakukan oleh teman-teman SSC adalah sama dengan yang kami lakukan di Sekolah Rakyat Bogor, yaitu memberi AKSES Pendidikan bagi anak-anak yang putus sekolah agar tetap bisa sekolah. Dengan spirit yang sama, maka saya berusaha untuk memberi dorongan kepada teman-teman SSC agar tetap bergerak melakukan aksi yang kongkrit dalam pemenuhan Hak – hak dasar setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Komunitas SSC ini mempunyai keyakinan yang sama dengan kami di Sekolah Rakyat Bogor, bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara untuk mendapatkannya. Begitu pula anak-anak jalanan yang ada di berbagai daerah.Demikianlah yang kami yakini kata Gagan ketua panitia “Pelatihan Pengajar Keren” ini. Untuk itu, kami ingin berbuat sesuatu melalui SSC untuk mendorong pemenuhan hak tersebut, terutama untuk anak-anak jalanan yang termarjinalkan pemerintah dan masyarakat.
Tak dapat dipungkiri, pendidikan adalah aset, yang tak semua orang paham apa manfaatnya kecuali ia sadar bahwa aset merupakan 'persiapan jangka panjang' bukan merupakan semalam jadi seperti membuat kue. Untuk itu, Save Street Child mengadakan Training Pengajar Keren yang bekerjasama dengan Yayasan Bina Insan Mandiri.
Tujuan dibuatnya Training ini supaya anak-anak muda yang memiliki kepedulian bisa lebih terampil dan mengoptimalkan potensi mereka agar dapat turut memperdayakan anak-anak jalanan yang masih sangat jamak.
"Jargon idealis" pro rakyat yang didengung-dengungkan selama ini tentu saja tidak cukup bagi kemaslahatan bangsa. Kita tak perlu retorika, kita perlu bukti. Untuk itulah, Save Street Child mengajak anak muda untuk bergerak, menjadi bagian dari sejarah kecil pendidikan anak-anak jalanan dan dapat membantu generasi tersebut meraih cita-cita. Aktivitas yang positif didalam pendidikan, dapat dilaksanakan dimanapun dan kapanpun.
Save Street Child merupakan komunitas sosial yang berawal dari twitter. Dalam perjalanannya selama hampir satu tahun ini, sudah dapat menggerakkan pemuda-pemuda di Jakarta, Depok, Bandung, Jogja, Surabaya, Pasuruan, Makassar, Manado, Medan dan Padang untuk melakukan hal yang sama.
Program-program yang dibuat oleh Save Street Child antara lain untuk jalin silaturahim, kebersamaan, dan pemberdayaan untuk anak-anak jalanan. Didukung oleh volunteer dan donatur yang memiliki solidaritas dan kepedulian tinggi, Save Street Child berkomitmen untuk terus ada, menjadi teman dan penopang mereka yang terpinggirkan di jalanan.
Semakin banyak orang yang mengambil peran dan tugas seperti SSC dan Sekolah Rakyat Bogor ini, saya optimis, suatu saat Indonesia akan keluar dari persoalan yang dihadapi selama ini. Karena kepedulian dan kepekaan masyarakat secara massif akan mempercepat proses bagi bangsa ini untuk keluar dari berbagai krisis yang tengah dihadapi. Seperti halnya persoalan banyaknya anak-anak usia sekolah yang belum bisa menikmati hak mereka untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas di negeri ini. Oleh karenanya, jalan yang terbaik adalah bergerak dan menggerakkan orang lain agar mau ambil bagian dalam menyelesaikan problem yang dihadapi bangsa. Apa pun profesi Anda, dan di mana pun Anda berada, mari berbuat sekecil apa pun untuk kemaslahatan orang lain yang butuh uluran tangan Anda.
“Menebar Peduli untuk Anak Negeri!”
Sunday, February 26, 2012
Friday, February 24, 2012
Pertemuan Yang Menyenangkan....
Hari ini, Jum’at 24 Februari 2012 adalah hari yang menyenangkan buat saya dan lembaga yang saya kelola, yaitu Yayasan Sekolah Rakyat Bogor. Perihalnya adalah, saya diajak meeting oleh rekan saya yang bernama Poetrie yang kebetulan bekerja di daerah Kemang Jakarta Selatan. Kawan saya ini bekerja di sebuah perusahaan yang bernama Monroe Consulting Group, sebuah perusahaan yang memberikan jasa pelayanan penelitian market bisnis dan melakukan training-training kerja team, dan lain-lain.
Melalui Poetrie, saya dikenalkan pada Mr. Andrew Hairs (Regional Director ) seorang pimpinannya di kantor yang membawahi Jakarta, Malaysia, Bangkok, Singapore dan Manila. Menarik diskusi saya dengan Mr. Andrew Haisr ini, dia seorang Atheis yang sangat enak diajak diskusi dan dia sangat respect terhadap kondisi pendidikan di Indonesia. Dia mengingingkan semua karyawannya bisa berkontribusi dalam memberikan bantuan kepada siswa-siswi Sekolah Rakyat yang saya kelola di Bogor. Menurutnya, kontribusi kami ini adalah bentuk tanggungjawab sosial perusahaan atau yang kita kenal dengan kegiatan CSR yang memang sudah menjadi kewajiban setiap perusahaan yang bergerak di Indonesia.
Dalam diskusi sederhana ini, saya katakan kepada Mr. Andrew Hairs bahwa Indonesia harusnya memulai proses reformasinya dengan membenahi dunia pendidikannya, bukan yang lain. Sehingga ada percepatan proses recovery dan akan memberikan dampak yang baik terhadap pertumbuhan demokrasi dan ekonominya. Karena dengan meningkatnya kualitas sumber daya manusia melalui pembenahan dunia pendidikan, maka akan mempercepat proses reformasi yang diharapkan. Namun yang terjadi di Indonesia sekarang adalah proses demokratisai semu yang membawa kita semua pada pembangunan yang tidak jelas arahnya. Oleh karenanya, pilihan untuk membantu anak-anak Indonesia agar bisa mendapatkan AKSES pendidikan yang memadai adalah pilihan yang pas. Karena dengan semakin banyaknya anak-anak Indonesia yang bisa melanjutkan sekolah, itu artinya kita sudah berbuat untuk Indonesia masa depan yang jauh lebih baik - Education is future for Indonesia.
Menarik dalam sharing ini, Mr. Andrew Hairs menawarkan kepada saya untuk memberikan program beasiswa buat Siswa-siswi kami yang berprestasi yang hendak menlanjutkan studinya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Sebuah tawaran yang menggiurkan buat anak-anak didik kami yang penuh semangat untuk mencari ilmu setinggi mungkin. Selain itu, Mr. Andrew juga menawarkan program training untuk Guru tentang bagaimana memanage sebuah kegiatan dan training motivasi untuk para siswa. Dan yang membuat saya terharu, mereka juga berencana untuk membantu dalam bentuk financial untuk membiayai kegiatan Sekolah Rakyat Bogor, terutama buat operasional sekolah dan aktivitas lembaga agar mengalami kemajuan.
Dari diskusi kami pagi ini juga tercetus ide dari Poetrie yang diamini oleh Mr. Andrew Hairs, agar setiap kunjungan mereka ke Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKB Mandiri Sekolah Rakyat), akan disisipkan program donasi buku oleh aktivis @Lovebooks yang kebetulan dimotori oleh Poetrie dan kawan-kawannya. Gerakan cinta buku ini sudah meluas di berbagai daerah di Indonesia dengan melibatkan teman-teman muda yang rata-rata sudah bekerja di berbagai perusahaan ternama di ibu kota.
Upaya bagi buku atau donasi buku kepada komunitas pendidikan, kerap dilakuka oleh teman-teman dari @LoveBooks ini di beberapa pondok pesantren dan lembaga pendidikan yang memang butuh support dan dukungan untuk pengadaan bahan bacaan yang memadai buat siswanya. Kegiatan ini sangat bagus dalam menambah semangat peserta didik agar membiasakan dirinya untuk selalu membaca. Mengingat budaya baca masih sangat kurang di kalangan peserta didik kita di Indonesia. Perlu diingat, bahwa masyarakat Indonesia masih sangat kuat budaya visualnya dibandingkan dengan membaca, apalagi kebiasaan menulis masih sangat jauh di kalangan pelajar kita. Maka dengan adanya program donasi buku ini, diharapkan akan bisa memicu semangat baru dalam melahirkan tradisi menulis bagi para siswa yang berada di bawah naungan Yayasan Sekolah Rakyat Bogor.
Di samping hal di atas, kami akan secara rutin mengadakan kegiatan pelatihan menulis buat siswa maupun guru, sehingga kesediaan bahan bacaan di perpustakaan sekolah akan semakin kelihatan manfaatnya bagi civitas akademika Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) Yayasan Sekolah Rakyat Bogor ini. Anak-anak didik kami juga rencananya akan diajari bagaimana mengelola “MADING” (Majalah Dinding) sebagai langkah awal buat mereka untuk membiasakan diri menulis hal-hal sederhana yang mereka alami setiap hari.
Dalam pengelolaannya “MADING” tersebut akan dikelola dengan baik dan dibuatkan organisasi yang rapih agar bisa berjalan secara baik. Akan dipilih seorang siswa yang menjadi Redaktur pelaksana dan kontributor tetap yang mengisi rubrik rutin tiap bulan. Kegiatan seperti ini dianggap bagus untuk pengembangan potensi siswa agar lebih mengasah kebiasaan menulisnya anak didik kami ke depan.
Amien
Melalui Poetrie, saya dikenalkan pada Mr. Andrew Hairs (Regional Director ) seorang pimpinannya di kantor yang membawahi Jakarta, Malaysia, Bangkok, Singapore dan Manila. Menarik diskusi saya dengan Mr. Andrew Haisr ini, dia seorang Atheis yang sangat enak diajak diskusi dan dia sangat respect terhadap kondisi pendidikan di Indonesia. Dia mengingingkan semua karyawannya bisa berkontribusi dalam memberikan bantuan kepada siswa-siswi Sekolah Rakyat yang saya kelola di Bogor. Menurutnya, kontribusi kami ini adalah bentuk tanggungjawab sosial perusahaan atau yang kita kenal dengan kegiatan CSR yang memang sudah menjadi kewajiban setiap perusahaan yang bergerak di Indonesia.
Dalam diskusi sederhana ini, saya katakan kepada Mr. Andrew Hairs bahwa Indonesia harusnya memulai proses reformasinya dengan membenahi dunia pendidikannya, bukan yang lain. Sehingga ada percepatan proses recovery dan akan memberikan dampak yang baik terhadap pertumbuhan demokrasi dan ekonominya. Karena dengan meningkatnya kualitas sumber daya manusia melalui pembenahan dunia pendidikan, maka akan mempercepat proses reformasi yang diharapkan. Namun yang terjadi di Indonesia sekarang adalah proses demokratisai semu yang membawa kita semua pada pembangunan yang tidak jelas arahnya. Oleh karenanya, pilihan untuk membantu anak-anak Indonesia agar bisa mendapatkan AKSES pendidikan yang memadai adalah pilihan yang pas. Karena dengan semakin banyaknya anak-anak Indonesia yang bisa melanjutkan sekolah, itu artinya kita sudah berbuat untuk Indonesia masa depan yang jauh lebih baik - Education is future for Indonesia.
Menarik dalam sharing ini, Mr. Andrew Hairs menawarkan kepada saya untuk memberikan program beasiswa buat Siswa-siswi kami yang berprestasi yang hendak menlanjutkan studinya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Sebuah tawaran yang menggiurkan buat anak-anak didik kami yang penuh semangat untuk mencari ilmu setinggi mungkin. Selain itu, Mr. Andrew juga menawarkan program training untuk Guru tentang bagaimana memanage sebuah kegiatan dan training motivasi untuk para siswa. Dan yang membuat saya terharu, mereka juga berencana untuk membantu dalam bentuk financial untuk membiayai kegiatan Sekolah Rakyat Bogor, terutama buat operasional sekolah dan aktivitas lembaga agar mengalami kemajuan.
Dari diskusi kami pagi ini juga tercetus ide dari Poetrie yang diamini oleh Mr. Andrew Hairs, agar setiap kunjungan mereka ke Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKB Mandiri Sekolah Rakyat), akan disisipkan program donasi buku oleh aktivis @Lovebooks yang kebetulan dimotori oleh Poetrie dan kawan-kawannya. Gerakan cinta buku ini sudah meluas di berbagai daerah di Indonesia dengan melibatkan teman-teman muda yang rata-rata sudah bekerja di berbagai perusahaan ternama di ibu kota.
Upaya bagi buku atau donasi buku kepada komunitas pendidikan, kerap dilakuka oleh teman-teman dari @LoveBooks ini di beberapa pondok pesantren dan lembaga pendidikan yang memang butuh support dan dukungan untuk pengadaan bahan bacaan yang memadai buat siswanya. Kegiatan ini sangat bagus dalam menambah semangat peserta didik agar membiasakan dirinya untuk selalu membaca. Mengingat budaya baca masih sangat kurang di kalangan peserta didik kita di Indonesia. Perlu diingat, bahwa masyarakat Indonesia masih sangat kuat budaya visualnya dibandingkan dengan membaca, apalagi kebiasaan menulis masih sangat jauh di kalangan pelajar kita. Maka dengan adanya program donasi buku ini, diharapkan akan bisa memicu semangat baru dalam melahirkan tradisi menulis bagi para siswa yang berada di bawah naungan Yayasan Sekolah Rakyat Bogor.
Di samping hal di atas, kami akan secara rutin mengadakan kegiatan pelatihan menulis buat siswa maupun guru, sehingga kesediaan bahan bacaan di perpustakaan sekolah akan semakin kelihatan manfaatnya bagi civitas akademika Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) Yayasan Sekolah Rakyat Bogor ini. Anak-anak didik kami juga rencananya akan diajari bagaimana mengelola “MADING” (Majalah Dinding) sebagai langkah awal buat mereka untuk membiasakan diri menulis hal-hal sederhana yang mereka alami setiap hari.
Dalam pengelolaannya “MADING” tersebut akan dikelola dengan baik dan dibuatkan organisasi yang rapih agar bisa berjalan secara baik. Akan dipilih seorang siswa yang menjadi Redaktur pelaksana dan kontributor tetap yang mengisi rubrik rutin tiap bulan. Kegiatan seperti ini dianggap bagus untuk pengembangan potensi siswa agar lebih mengasah kebiasaan menulisnya anak didik kami ke depan.
Amien
Monday, February 20, 2012
Semangat Kolaborasi Yayasan Sekolah Rakyat Bogor
Berawal dari pertemuan saya dengan Mbak Paramita Mentari seorang aktivis WWF Indonesia pada tanggal 10 – 12 Februari 2012 yang lalu di acara Indonesia Young Changemaker Summit (IYCS) yang diadakan di Bandung, tepatnya di Gedung Konfrensi Asia Afrika dan Gedung Indonesia Menggugat, maka disepakati untuk melakukan kerjasama lanjutan dengan Yayasan sekolah Rakyat Bogor yang saya pimpin dengan teman-teman yang ada di Bogor.
Pertemuan pun dilakukan untuk menindaklanjuti ide kerjasama atau kolaborasi yang bertajuk: Ini AKSIKU mana AKSIMU? Di sekretariat Yayasan Sekolah Rakyat Bogor yang berlokasi di Desa Cibedug Kec. Ciawi Kab. Bogor. Tepatnya hari sabtu, 18 februari 2012 kami bersama-sama datang dari Jakarta untuk sharing dengan teman-teman pengelola Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (SMP Gratis) yang berada di bawah naungan Yayasan Sekolah Rakyat Bogor. Diskusinya menarik karena disampaikan langsung oleh kawan saya Paramita Mentari dan saudara Ruri yang juga volunteer WWF Indonesia untuk area Bogor. Pembicaraan kami sudah mulai berkembang kepada apa kira-kira isu yang akan dilakukan bersama dalam membangun masyarakat yang peduli terhadap lingkungan dan cinta terhadap sesama mahluk hidup.
Disepakati pada pertemuan hari itu bahwa menjelang kegiatan inti “Hemat Energi” yang akan serentak dilakukan pada tgl 31 Maret 2012 akan diadakan juga kegiatan awalan sebagai pembekalan kepada Guru-guru yang ada di bawah naungan Yayasan sekolah Rakyat Bogor. Diharapkan dari Training atau pelatihan guru ini akan memberikan informasi yang utuh mengenai pentingnya mencintai lingkungan dengan memelihara kelestarian alam dan budaya hidup hemat energi.
Traning kepada Guru-guru menjadi penting untuk dilakukan, mengingat guru adalah merupakan ujung tombak pendidikan di Indonesia. Oleh karenanya guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendidik dan mengarahkan anak didiknya agar juga mencintai alam sekitarnya dengan melestarikan tumbuh-tumbuhan dan hewan dan juga belajar hidup yang sederhana dalam menggunakan energi, demi masa depan mereka sendiri kelak.
Indonesia masa depan adalah, Indonesia yang generasi penerusnya belajar mengolah sumber daya alamnya dengan baik dan memeliharanya dengan mempergunakannya seefesien mungkin untuk kemakmuran rakyat Indonesia di masa yang akan datang. Pemborosan dan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan dan tanpa memikirkan kesiapan stok energi untuk jangka panjang, adalah kesalahan yang perlu dievaluasi bersama.
Menanamkan pesan akan pentingnya hemat energi dan pemeliharaan alam dengan melestarikan tumbuh-tumbuhan dan hewan dengan baik kepada anak didik, sama halnya kita telah berharap besar akan lahirnya sejarah masa depan Indonesia yang gemilang. Mengapa demikian? Karena saat ini, seperti halnya China, yang sedang getolnya mengumpulkan energi dari manapun untuk persiapan masa depan rakyatnya. Nah, jangan sampai kita bangsa Indonesia yang kaya raya akan sumber daya alamnya, suatu saat nanti akan mengemis ke negara lain. Maka tidak jalan lain dalam mengatasi krisis energi nasional kita, kecuali mengajari generasi muda (anak didik) kita untuk hidup hemat sejak dini.
Sebagai lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dan memilih fokus dengan isu pendidikan bagi anak-anak pedalaman yang susah untuk mendapatkan akses pendidikan yang layak, Yayasan Sekolah Rakyat Bogor, tidak menutup diri akan isu-isu lain yang terjadi di sekitar lingkungannya. Seperti halnya, ketika ada bencana tanah lonsor dan banjir, kami mengerahkan anak didik kami agar terlibat langsung dalam membantu meringankan beban masyarakat yang terkena musibah. Seperti yang terjadi di Megamendung Bogor, anak didik kami melakukan penghijauan dan pembibitan pohon untuk dibagikan kepada masyarakat luas.
Kami yakin, sekecil apa pun kontribusi kita saat ini, pasti akan berefek baik untuk kelestarian alam Indonesia di masa yang akan datang. Dan yang menikmati itu semua adalah anak cucu kita kelak. Berbuat sekarang! Sama halnya dengan mewariskan sejarah masa depan Indonesia yang sejahtera dan damai. Karena kesejahteraan dan kedamaian tidak tumbuh dan muncul dengan tiba-tiba tanpa dipupuk dan pelihara dari sejak sekarang.
Salam sejahtera dan penuh damai dari anak-anak didik kami di Yayasan Sekolah Rakyat Bogor. Anak-anak sederhana yang mau berbuat untuk kesejahteraan diri dan masyarakatnya dan kejayaan Indonesia kelak.
Baca juga berita terkait:
Thursday, February 16, 2012
Menggagas Pendidikan Berkualitas untuk anak Negeri
“Berbicara mengenai pendidikan yang bermutu, tentunya tidak bisa kita pisahkan dengan bagaimana mewujudkan manusia indonesia yang berkualitas”.
Dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 4 no.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional yang berbunyi: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tangungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Secara ideal, apa yang menjadi cita-cita bangsa atau harapan kita semua dalam Undang-undang Dasar 1945 tersebut, adalah sesuatu yang penting untuk diwujudkan bersama. Mengingat kondisi bangsa akhir – akhir ini yang sedang mengalami krisis di berbagai bidang , telah mampu menggerogoti bangunan kokohnya untuk tidak bisa berdiri kokoh.
Salah satu upaya yang perlu dan dianggap penting untuk dilakukan dalam mewujudkan mimpi besar bangsa indonesia sebagaimana tertera dalam UUD ’45 tersebut di atas, yaitu mempersiapkan manusia indonesia yang berkualitas. Tidak ada cara yang jitu untuk dilakukan bila berbicara peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, yaitu dengan menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan bermuara pada tiga kecerdasan manusia, antara lain:
1. Kecerdasan kognitif (ilmu pengetahuan),
2. Kecerdasan afektif (Akhlah atau moral),
3. Kecerdasan psikomotorik (mempunyai keahlian atau kecakapan yang sifatnya praktis).
Tiga domain pendidikan ini, menjadi persoalan penting yang ingin dicapai dalam setiap proses pendidikan yang diselenggaran oleh pihak mana pun di negara ini. Pertanyaan yang bisa dilontakan adalah, apakah semua harapan dalam dunia pendidikan tersebut sudah tercapai? Atau sejauh mana keberhasilan pendidikan kita yang dianggap bisa mencetak manusia Indonesia yang bermutu?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya kita melihat sekilas tentang potret pendidikan kita saat ini. Apa dan bagaimana kiprah penyelenggaraan pendidikan dalam mewujudkan manusia Indonesia yang berkualitas.
Berbicara pendidikan Indonesia saat ini, jujur kita harus akui masih jauh dari harapan. Pendidikan kita tak ubah masih sebagai barang “dagangan” saja. Artinya pendidikan masih berorientasi pada bisnis saja – minus nilai. Pendidikan berkualitas baru terasa oleh segelintir orang saja, yaitu mereka yang memiliki uang yang banyak untuk bisa membeli fasilitas ini dan itu. Di lain pihak, penyelenggaraan pendidikan kita masih berkutat pada pemenuhan kecerdasan kognitif saja, tanpa melibatkan aspek lain, yaitu kecerdasan afektif dan psikomotoriknya. Ini terbukti dengan tidak sedikitnya anak didik kita yang meraih kejuaraan olympiade fisika, matematika atau sains modern di tingkat internasional. Dan prestasi ini sangat mengagumkan di satu sisi, namun menyedihkan di sisi yang lain.
Menjawab pertanyaan di atas, apakah semua harapan dalam dunia pendidikan tersebut sudah tercapai? Secara lantang bisa kita katakan BELUM!! Karena untuk mendapatkan AKSES pendidikan yang memadai saja, masih banyak anak-anak Indonesia yang belum mampu. Bisa karena alasan jarak tempuh yang jauh dengan lokasi sekolah, atau karena alasan ekonomi yaitu kurangnya biaya untuk membayai pendidikan anak-anak mereka. Atau dengan alasan budaya (baca kultur), masih ada orang tua yang masih menganggap bahwa pendidikan masih dianggap tidak penting untuk masa depan anak-anak mereka.
Lalu sejauh mana keberhasilan pendidikan kita yang dianggap bisa mencetak manusia Indonesia yang bermutu?
Sebagaimana tujuan pendidikan nasional kita, layaknya juga menjadi tipologi atau corak pendidikan yang akan dijalankan. Yaitu pendidikan yang mengayomi dan menampung segenap segmen masyarakat secara luas. Bukan seperti yang berjalan sekarang, bahwa mereka yang kurang mampu pada prakteknya terhambat untuk menikmati atau mengenyam pendidikan yang berkualitas. Karena sistem pendidikan kita telah memperlakukan mereka secara tidak adil. Yaitu sebuah sistem pendidikan yang tidak lagi mengacu pada tujuan awal penyelenggaraan pendidikan Indonesia, sehingga melenceng jauh dari harapan dan cita-cita bangsa yang tertuang di dalam konstitusinya.
Seperti yang pernah diungkapkan oleh pengamat pendidikan kita Mukhtar Buchori, bahwa kondisi pendidikan kita tetap tertinggal jauh oleh Singapura, Malaysia, Filiphina, Brunai Darussalam, dan lainnya, dalam upaya nasional untuk mencapai kematangan politik dan ekonomi. Dan Jika generasi sekarang kurang mendapat proporsi yang lebih besar atas pendidikan bermutu atau berkualitas itu, maka akan semakin memperjelas “kekalahan” dalam persaingan global.
Oleh karenanya sudah saatnya bangsa Indonesia merubah cara pandangnya tentang arti dan substansi pendidikan yang bermutu. Bahwa pendidikan yang bermutu, tidak hanya bisa diukur atau dinilai dari sekolahnya yang elit dengan menawarkan harga yang mahal, atau dengan begitu banyaknya fasilitas pendidikan yang disediakan. Akan tetapi lebih karena adanya sebuah sistem nilai dan ideologi bangsa yang dijalankan dengan konsisten di lembaga pendidikan tersebut.
Dalam benak dan khayal saya, yang sudah sepuluh tahun menyelenggarakan pendidikan gratis bagi masyarakat pedalaman dan terbelakang di Bogor melalui Yayasan Sekolah Rakyat Bogor, pentingnya menggagas dan mencetuskan sebuah konsep pendidikan yang bermutu yang bisa dinikmati dan menjadi wadah bersama anak bangsa untuk bisa mengenyam pendidikan secara setara, adalah sebuah keniscayaan. Karena hampir lebih dari 80% penduduk Indonesia berada pada strata ekonomi menengah ke bawah. Jutaan anak Indonesia belum bisa mendapatkan akses pendidikan yang memadai. Ini cukup menjadi alasan buat kita, untuk memulai merubah kebijakan pendidikan Indonesia yang berpihak pada nasib rakyat kecil di mana pun mereka berada.
Sudah lewat setengah abad lamanya, rakyat Indonesia dikebiri hak-haknya untuk menikmati pendidikan yang berkualitas. Pemerintah dinilai belum memberikan porsi yang jelas atas keberpihakannya pada peningkatan kualitas dan memberikan akses yang sama terhadap segenap rakyatnya untuk mendapatkan pendidikan yang memadai. Atau memang tidak memiliki political will – kemauan politik untuk meningkatkan taraf pendidikan ditengah gempuran keras “Bisnis Pendidikan” yang menggiurkan saat ini.
Allahu a’lam.
Dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 4 no.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional yang berbunyi: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tangungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Secara ideal, apa yang menjadi cita-cita bangsa atau harapan kita semua dalam Undang-undang Dasar 1945 tersebut, adalah sesuatu yang penting untuk diwujudkan bersama. Mengingat kondisi bangsa akhir – akhir ini yang sedang mengalami krisis di berbagai bidang , telah mampu menggerogoti bangunan kokohnya untuk tidak bisa berdiri kokoh.
Salah satu upaya yang perlu dan dianggap penting untuk dilakukan dalam mewujudkan mimpi besar bangsa indonesia sebagaimana tertera dalam UUD ’45 tersebut di atas, yaitu mempersiapkan manusia indonesia yang berkualitas. Tidak ada cara yang jitu untuk dilakukan bila berbicara peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, yaitu dengan menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan bermuara pada tiga kecerdasan manusia, antara lain:
1. Kecerdasan kognitif (ilmu pengetahuan),
2. Kecerdasan afektif (Akhlah atau moral),
3. Kecerdasan psikomotorik (mempunyai keahlian atau kecakapan yang sifatnya praktis).
Tiga domain pendidikan ini, menjadi persoalan penting yang ingin dicapai dalam setiap proses pendidikan yang diselenggaran oleh pihak mana pun di negara ini. Pertanyaan yang bisa dilontakan adalah, apakah semua harapan dalam dunia pendidikan tersebut sudah tercapai? Atau sejauh mana keberhasilan pendidikan kita yang dianggap bisa mencetak manusia Indonesia yang bermutu?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya kita melihat sekilas tentang potret pendidikan kita saat ini. Apa dan bagaimana kiprah penyelenggaraan pendidikan dalam mewujudkan manusia Indonesia yang berkualitas.
Berbicara pendidikan Indonesia saat ini, jujur kita harus akui masih jauh dari harapan. Pendidikan kita tak ubah masih sebagai barang “dagangan” saja. Artinya pendidikan masih berorientasi pada bisnis saja – minus nilai. Pendidikan berkualitas baru terasa oleh segelintir orang saja, yaitu mereka yang memiliki uang yang banyak untuk bisa membeli fasilitas ini dan itu. Di lain pihak, penyelenggaraan pendidikan kita masih berkutat pada pemenuhan kecerdasan kognitif saja, tanpa melibatkan aspek lain, yaitu kecerdasan afektif dan psikomotoriknya. Ini terbukti dengan tidak sedikitnya anak didik kita yang meraih kejuaraan olympiade fisika, matematika atau sains modern di tingkat internasional. Dan prestasi ini sangat mengagumkan di satu sisi, namun menyedihkan di sisi yang lain.
Menjawab pertanyaan di atas, apakah semua harapan dalam dunia pendidikan tersebut sudah tercapai? Secara lantang bisa kita katakan BELUM!! Karena untuk mendapatkan AKSES pendidikan yang memadai saja, masih banyak anak-anak Indonesia yang belum mampu. Bisa karena alasan jarak tempuh yang jauh dengan lokasi sekolah, atau karena alasan ekonomi yaitu kurangnya biaya untuk membayai pendidikan anak-anak mereka. Atau dengan alasan budaya (baca kultur), masih ada orang tua yang masih menganggap bahwa pendidikan masih dianggap tidak penting untuk masa depan anak-anak mereka.
Lalu sejauh mana keberhasilan pendidikan kita yang dianggap bisa mencetak manusia Indonesia yang bermutu?
Sebagaimana tujuan pendidikan nasional kita, layaknya juga menjadi tipologi atau corak pendidikan yang akan dijalankan. Yaitu pendidikan yang mengayomi dan menampung segenap segmen masyarakat secara luas. Bukan seperti yang berjalan sekarang, bahwa mereka yang kurang mampu pada prakteknya terhambat untuk menikmati atau mengenyam pendidikan yang berkualitas. Karena sistem pendidikan kita telah memperlakukan mereka secara tidak adil. Yaitu sebuah sistem pendidikan yang tidak lagi mengacu pada tujuan awal penyelenggaraan pendidikan Indonesia, sehingga melenceng jauh dari harapan dan cita-cita bangsa yang tertuang di dalam konstitusinya.
Seperti yang pernah diungkapkan oleh pengamat pendidikan kita Mukhtar Buchori, bahwa kondisi pendidikan kita tetap tertinggal jauh oleh Singapura, Malaysia, Filiphina, Brunai Darussalam, dan lainnya, dalam upaya nasional untuk mencapai kematangan politik dan ekonomi. Dan Jika generasi sekarang kurang mendapat proporsi yang lebih besar atas pendidikan bermutu atau berkualitas itu, maka akan semakin memperjelas “kekalahan” dalam persaingan global.
Oleh karenanya sudah saatnya bangsa Indonesia merubah cara pandangnya tentang arti dan substansi pendidikan yang bermutu. Bahwa pendidikan yang bermutu, tidak hanya bisa diukur atau dinilai dari sekolahnya yang elit dengan menawarkan harga yang mahal, atau dengan begitu banyaknya fasilitas pendidikan yang disediakan. Akan tetapi lebih karena adanya sebuah sistem nilai dan ideologi bangsa yang dijalankan dengan konsisten di lembaga pendidikan tersebut.
Dalam benak dan khayal saya, yang sudah sepuluh tahun menyelenggarakan pendidikan gratis bagi masyarakat pedalaman dan terbelakang di Bogor melalui Yayasan Sekolah Rakyat Bogor, pentingnya menggagas dan mencetuskan sebuah konsep pendidikan yang bermutu yang bisa dinikmati dan menjadi wadah bersama anak bangsa untuk bisa mengenyam pendidikan secara setara, adalah sebuah keniscayaan. Karena hampir lebih dari 80% penduduk Indonesia berada pada strata ekonomi menengah ke bawah. Jutaan anak Indonesia belum bisa mendapatkan akses pendidikan yang memadai. Ini cukup menjadi alasan buat kita, untuk memulai merubah kebijakan pendidikan Indonesia yang berpihak pada nasib rakyat kecil di mana pun mereka berada.
Sudah lewat setengah abad lamanya, rakyat Indonesia dikebiri hak-haknya untuk menikmati pendidikan yang berkualitas. Pemerintah dinilai belum memberikan porsi yang jelas atas keberpihakannya pada peningkatan kualitas dan memberikan akses yang sama terhadap segenap rakyatnya untuk mendapatkan pendidikan yang memadai. Atau memang tidak memiliki political will – kemauan politik untuk meningkatkan taraf pendidikan ditengah gempuran keras “Bisnis Pendidikan” yang menggiurkan saat ini.
Allahu a’lam.
Wednesday, February 15, 2012
Anak Muda: "Berkolaborasi untuk Indonesia yang Jauh Lebih Baik"
Pada tanggal 10 – 12 Februari yang lalu, saya beruntung karena bisa ikut ambil bagian dalam acara yang saya anggap penting bagi kemajuan bangsa kita ke depan. Betapa tidak, karena pada acara ini, berkumpul sekitar 200 orang pemuda Indonesia untuk perubahan bangsa di Bandung. Kegiatan itu disebut dengan “Indonesian Young Changemaker Summit” atau yang disingkat dengan IYCS.
Indonesian Young Changemakers Summit adalah momen berkumpulnya para pemuda Indonesia yang telah berkarya nyata untuk masyarakatnya. Kegiatan ini bertujuan untuk menyatukan visi bersama, mengkolaborasikan gerakan, dalam upaya mewujudkan indonesia yang lebih baik dan bermartabat. Seluruh peserta yang hadir berasal dari berbagai elemen gerakan pemuda, namun mempunyai karakteristik yang kuat, yaitu:
Berorientasi kerja atau berkarya nyata
Orientasi kerja atau berkarya nyata adalah kalimat yang pas untuk ditujukan pada para Pemuda Indonesia yang berkumpul dalam acara IYCS ini. Karena semua peserta yang hadir adalah merupakan anak muda yang tidak duduk berpangku tangan terhadap kondisi masyarakat atau bangsanya. Mereka tidak hanya melontarkan kritik kepada pemerintah, akan tetapi memberikan contoh bahwa untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa ini harus dengan karya nyata. Mereka semua sama-sama punya mimpi yang besar untuk kemajuan bangsanya. Yaitu menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri di atas kakinya sendiri tanpa harus mengemis dari asing. Dan untuk menjawab semua itu, pemuda Indonesia ini bersepakat untuk berbuat sekecil apa pun untuk kemakmuran masyarakat di sekitar mereka.
Berbagai kegiatan positif yang telah mereka torehkan untuk membantu masyarakat yang terbelakang agar bisa tetap sekolah, mempunyai usaha kecil, mendapatkan layanan kesehatan Cuma-Cuma bagi masyarakat miskin di pedesaan, membangun koperasi untuk kemandirian masyarakat pedalaman, pemberdayaan anak-anak Yatim piatu, menggalakkan masyarakat agar memahami sejarah, dan masih banyak lagi aktivitas peserta IYCS yang tidak saya sebutkan satu persatu. Intinya adalah mereka berkumpul untuk merumuskan poin-poin yang penting untuk menjadi agenda perubahan bangsa di masa yang akan datang.
Kreatif dan Memiliki Semangat untuk Berkontribusi
Dalam melakukan perubahan untuk bangsa dan negaranya, pemuda indonesia tidak boleh cepat puas. Persaingan antar negara di dunia saat ini, membutuhkan hadirnya para pemuda yang memiliki kreatifitas dan semangat berkontribusi yang tinggi untuk meningkatkan daya saing bangsanya di kancah internasional.
Hal ini pun dibuktikan oleh mereka yang berkumpul dalam acara IYCS ini. Hampir semua peserta yang hadir merasa tidak puas dengan program yang telah mereka lakukan untuk komunitasnya masing-masing. Maka acara IYCS ini menjadi ajang bagi pemuda Indonesia untuk saling tukar pikiran dan pengalaman dalam menyempurnakan aksi mereka setelah pulang ke daerahnya masing-masing.
Merajut tali kasih untuk kemaslahatan bersama, adalah penggalan kalimat yang pas untuk kita sampaikan bagi upaya beberapa anak muda Indonesia ini ke depan. Mereka saling mengasah kreatifitas dan kemampuannya untuk merubah keadaan dan kondisi masyarakatnya ke arah yang lebih baik.
Hadir dengan Semangat Pribadi untuk Berkolaborasi
Berangkat dari komonitas masing-masing yang skalanya kecil untuk bersatu membangun asa bagi negeri tercinta. Itu menjadi motif yang sangat kuat bagi peserta IYCS ini. Acara yang digelar dengan penuh gelora semangat dan sarat dengan motivasi perubahan ini, semakin ‘membakar’ semangat teman-teman semua, karena diadakan di Gedung Konfrensi Asia Afrika dan Gedung Indonesia Bangkit di Bandung. Aroma perubahan yang telah dikobarkan oleh para pemuda tahun 1928 lalu menjadi alasan tersendiri bagi kami untuk menguatkan diri dan menjalin keakraban agar melahirkan kesamaan pandangan dan pola gerakan yang sama dalam membangun bangsa ke depan.
Dalam memenuhi keinginan bersama untuk melakukan perubahan terhadap bangsa ke depan, maka pemuda Indonesia yang bergabung dalam acara IYCS ini, merumuskan dan menformulasikan “Sumpah Pemuda Jilid 2.0. Dengan keyakinan bahwa tiga karakteristik di atas adalah merupakan kekuatan generasi muda ini yang akan menjadi jawaban bagi ‘kegagalan’ pembaharuan Indonesia selama ini. Bangsa ini memang telah menyatukan identitas dan cita-citanya melalui Sumpah Pemuda 1928, namun belum menyelaraskan cara menuju ke sana. Kekuatan dan semangat jaman inilah yang dikristalisasi dalam Sumpah Pemuda jilid 2.0 yang intinya adalah membangun “Komitmen untuk Bekerja”.
Untuk mewujudkan Sumpah Pemuda Jilid 2.0 ini, panitia mencoba menjalankan proses yang tidak mudah. Mereka mengidentifikasi tujuan, format dan nilai-nilai luhur yang dianggap masih relevan untuk dipertahankan. Di samping itu, panitia juga melakukan survey lebih dari 700 responden dan berdiskusi secara intens dengan peserta yang menjadi inti dari perhelatan bersejarah ini.
Dari proses trsebutt di atas, panitia dan peserta IYCS menghasilkan formulasi Sumpah Pemuda 2.0 sebagai berikut:
Kami putra-putri Indonesia, berjanji untuk menegakkan integritas dan kepedulian demi mewujudkan Indonesia yang adil dan sejahtera
Kami putra-putri Indonesia, bertekad untuk berkreasi dan berkolaborai demi mewujudkan Indonesia unggul dan berdaya saing.
Kami putra-putri indonesia, berikrar untuk bekerja keras dan bertanggung jawab demi Indonesia lestari, selaras dalam keragaman.
Sumpah Pemuda Jilid 2.0 ini meminjam istilahnya mas Ridwan Kamil, salah seorang SC dalam acara ini, adalah komitmen untuk bekerja mewujudkan Indonesia yang lebih baik, sebuah “bangunan Indonesia yang utuh dan kokoh”.
Sebagai kelanjutan dari kegiatan yang penting ini, semua peserta sepakat untuk membuat sebuah group diskusi lewat dunia maya atau internet, mengingat jarak antar peserta yang jauh. Sehingga tetap bisa menjalin hubungan dan berbagi semangat serta menyusun strategi untuk berkolaborasi dalam bentuk program yang real buat masyarakat dan bangsa.
Tuesday, February 14, 2012
Tanggung Jawab Cendekiawan
“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. ( QS. An Nisa’: 9)
Masalah semakin merosotnya akhlak (moral) di kalangan para elit pemerintahan, penyelenggaraan pendidikan yang carut marut, praktek korupsi berjamaah, penyalahgunaan narkoba, pembunuhan dan tindakan kekerasan di berbagai daerah, dan masih banyak lagi tindakan amoral lainnya yang kita tonton di negeri ini. Semua persoalan tersebut, seakan tidak pernah selesai dan kian hari semakin bertambah, oleh karena tidak ada yang diproses dengan tuntas di ranah hukum.
Mencermati fenomena sosial akhir-akhir ini, kadang-kadang membuat hati kita tersentak, karena begitu banyaknya persoalan yang dihadapi oleh bangsa ini. Apalagi kalau kita kaitkan dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa yang akan datang.
Apa yang sudah disebutkan di atas, adalah fenomena gunung es yang kalau dibiarkan akan membuat letupan yang begitu besar dan bahkan bisa menghancur leburkan tatanan kebangsaan kita. Belum lagi kalau kita perhatikan efek dari dekadensi moral tersebut, yang biasanya membawa kita semua kepada keterpurukan yang mendalam. Misalnya, munculnya kemiskinan, kejahatan di mana-mana, menjamurnya anak-anak usia sekolah yang beralih profesi menjadi joki tree in one - bahkan menjadi pengamen jalanan, pemutusan tenaga kerja secara besar-besaran, penipuan, dan lain sebagainya akan menjadi tontanan wajib kita semua. Semua itu terjadi karena kurangnya kepedulian dan kemauan melakukan perubahan dan tidak adanya kepastian hukum di negara kita.
Adalah Dr. Ali Syari’ati, seorang cendekiawan terkemuka, murid sekaligus pengagum Ayatullah Khomaini (Tokoh pencetus revolusi Iran). Lewat sebuah ceramahnya yang telah dibukukan, beliau sampaikan pesan untuk para intelektual muslim, bahwa tugas pokok para cendekiawan (ilmuwan) adalah memberi perubahan dan pencerahan kepada masyarakat luas. Kaum cerdik pandai harus mengambil peran seperti yang pernah dimainkan oleh para Nabi dan Rasul di masa lampau. Yang menjadi kekuatan moral yang sangat penting dalam proses perubahan yang dialami oleh kaumnya. Begitu pula layaknya para ilmuwan itu, mereka tidak boleh larut dalam kesenangan duniawi dan “melacurkan” diri pada sebuah kenikmatan yang sifatnya sesaat. Sehingga mengalihkan mereka pada tugas pokoknya untuk memberikan pencerahan terhadap ummat dan masyarakatnya. Cendekiawan (ilmuwan), meminjam istilahnya Almarhum Dr. Kunto Wijoyo, harus “berani” miskin. Yaitu miskin materi dan miskin jabatan. Mereka harus menjaga dirinya agar tetap selalu “merdeka” dari kunkungan keinginannya yang besar akan kenikmatan duniawiah.
Kembali ke Dr. Syari’ati, dalam terminologinya, seorang cendekiawan mau tidak mau harus melibatkan dirinya dalam upaya memberikan pencerahan terhadap masyarakat. Berbuat sesuatu yang konkrit untuk kemaslahatan masyarakatnya. Karena kalau tidak, maka mereka tidak bisa disebut dengan cendekiawan atau ilmuwan. Namun yang terjadi belakangan ini, kita bisa melihat dengan jelas bahwa budaya hedonis (baca materialistis – hidup mewah) menjangkiti para elit dan penyelenggara pemerintahan kita. Kondisi ini semakin memperparah keadaan bangsa Indonesia. Terlebih lagi kalau kita perhatikan akibat dari perilaku-perilaku koruptif yang meraja lela di berbagai lini kehidupan kita. Maka akan semakin jelas keprihatinan kita terhadap kondisi bangsa ini.
Saatnyalah bagi semua steakholder bangsa ini, untuk memikirkan bagaimana fokus pembangunan manusia Indonesia yang lebih baik ke depan. Karena tantangan kita di masa yang akan datang jelas semakin berat, sebab kita berada pada posisi persaingan bebas yang melibatkan semua negara di dunia. Oleh karenanya kaum cerdik pandai di negara ini, harus mengambil bagian yang jelas untuk menyusun strategi dalam mengatasi persoalan clean goverment, keterbelakangan (kebodohan), ekonomi (kemiskinan) , budaya (kultur masyarakat yang mulai tergerus oleh budaya asing) dan pertahanan teritorial untuk menjaga kedaulatan bangsa.
Dari sekian banyak persoalan yang disebutkan di atas, yang sangat mendesak dilakukan pembenahan adalah persoalan pendidikan. Yang menurut hemat saya perlu diperbaiki, demi kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Mengapa pendidikan? Karena lewat pendidikanlah Sumber Daya Manusia (SDM) sebuah bangsa bisa diukur, dan kualitas SDM nya bisa bersaing dengan SDM negara-negara lainnya di era globalisasi ini. Oleh sebab itu, para cendekiawan tidak bisa berada di “Menara Gading” atau merasa asyik dengan aktivitasnya sendiri, mereka harus turun gunung untuk bekerja dengan lebih keras lagi, demi kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah di mana pun mereka berada.
Upaya ini perlu dilakukan, agar jangan sampai kita mewariskan generasi penerus bangsa yang disinyalir oleh Tuhan dalam Al Qur’an surah An Nisa’ : 9 diatas, yaitu generasi yang lemah – lost generation. Generasi bangsa yang lemah ilmunya, lemah akhlaknya (moralitasnya) dan lemah dalam etos kerjanya.
Semua ini adalah tanggung jawab para cendekiawan untuk mendidikan dan mengarahkan mereka menuju pada masyarakat yang dicita-citakan oleh Nabi yaitu “Masyarakat Madani”, yakni masyarakat yang berperadaban - yang menjadikan ilmu pengetahuan dan akhlak Islami sebagai fondasi yang kuat dalam mengelola kehidupan bermasyarakat.
Allahu a’lam..
Masalah semakin merosotnya akhlak (moral) di kalangan para elit pemerintahan, penyelenggaraan pendidikan yang carut marut, praktek korupsi berjamaah, penyalahgunaan narkoba, pembunuhan dan tindakan kekerasan di berbagai daerah, dan masih banyak lagi tindakan amoral lainnya yang kita tonton di negeri ini. Semua persoalan tersebut, seakan tidak pernah selesai dan kian hari semakin bertambah, oleh karena tidak ada yang diproses dengan tuntas di ranah hukum.
Mencermati fenomena sosial akhir-akhir ini, kadang-kadang membuat hati kita tersentak, karena begitu banyaknya persoalan yang dihadapi oleh bangsa ini. Apalagi kalau kita kaitkan dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa yang akan datang.
Apa yang sudah disebutkan di atas, adalah fenomena gunung es yang kalau dibiarkan akan membuat letupan yang begitu besar dan bahkan bisa menghancur leburkan tatanan kebangsaan kita. Belum lagi kalau kita perhatikan efek dari dekadensi moral tersebut, yang biasanya membawa kita semua kepada keterpurukan yang mendalam. Misalnya, munculnya kemiskinan, kejahatan di mana-mana, menjamurnya anak-anak usia sekolah yang beralih profesi menjadi joki tree in one - bahkan menjadi pengamen jalanan, pemutusan tenaga kerja secara besar-besaran, penipuan, dan lain sebagainya akan menjadi tontanan wajib kita semua. Semua itu terjadi karena kurangnya kepedulian dan kemauan melakukan perubahan dan tidak adanya kepastian hukum di negara kita.
Adalah Dr. Ali Syari’ati, seorang cendekiawan terkemuka, murid sekaligus pengagum Ayatullah Khomaini (Tokoh pencetus revolusi Iran). Lewat sebuah ceramahnya yang telah dibukukan, beliau sampaikan pesan untuk para intelektual muslim, bahwa tugas pokok para cendekiawan (ilmuwan) adalah memberi perubahan dan pencerahan kepada masyarakat luas. Kaum cerdik pandai harus mengambil peran seperti yang pernah dimainkan oleh para Nabi dan Rasul di masa lampau. Yang menjadi kekuatan moral yang sangat penting dalam proses perubahan yang dialami oleh kaumnya. Begitu pula layaknya para ilmuwan itu, mereka tidak boleh larut dalam kesenangan duniawi dan “melacurkan” diri pada sebuah kenikmatan yang sifatnya sesaat. Sehingga mengalihkan mereka pada tugas pokoknya untuk memberikan pencerahan terhadap ummat dan masyarakatnya. Cendekiawan (ilmuwan), meminjam istilahnya Almarhum Dr. Kunto Wijoyo, harus “berani” miskin. Yaitu miskin materi dan miskin jabatan. Mereka harus menjaga dirinya agar tetap selalu “merdeka” dari kunkungan keinginannya yang besar akan kenikmatan duniawiah.
Kembali ke Dr. Syari’ati, dalam terminologinya, seorang cendekiawan mau tidak mau harus melibatkan dirinya dalam upaya memberikan pencerahan terhadap masyarakat. Berbuat sesuatu yang konkrit untuk kemaslahatan masyarakatnya. Karena kalau tidak, maka mereka tidak bisa disebut dengan cendekiawan atau ilmuwan. Namun yang terjadi belakangan ini, kita bisa melihat dengan jelas bahwa budaya hedonis (baca materialistis – hidup mewah) menjangkiti para elit dan penyelenggara pemerintahan kita. Kondisi ini semakin memperparah keadaan bangsa Indonesia. Terlebih lagi kalau kita perhatikan akibat dari perilaku-perilaku koruptif yang meraja lela di berbagai lini kehidupan kita. Maka akan semakin jelas keprihatinan kita terhadap kondisi bangsa ini.
Saatnyalah bagi semua steakholder bangsa ini, untuk memikirkan bagaimana fokus pembangunan manusia Indonesia yang lebih baik ke depan. Karena tantangan kita di masa yang akan datang jelas semakin berat, sebab kita berada pada posisi persaingan bebas yang melibatkan semua negara di dunia. Oleh karenanya kaum cerdik pandai di negara ini, harus mengambil bagian yang jelas untuk menyusun strategi dalam mengatasi persoalan clean goverment, keterbelakangan (kebodohan), ekonomi (kemiskinan) , budaya (kultur masyarakat yang mulai tergerus oleh budaya asing) dan pertahanan teritorial untuk menjaga kedaulatan bangsa.
Dari sekian banyak persoalan yang disebutkan di atas, yang sangat mendesak dilakukan pembenahan adalah persoalan pendidikan. Yang menurut hemat saya perlu diperbaiki, demi kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Mengapa pendidikan? Karena lewat pendidikanlah Sumber Daya Manusia (SDM) sebuah bangsa bisa diukur, dan kualitas SDM nya bisa bersaing dengan SDM negara-negara lainnya di era globalisasi ini. Oleh sebab itu, para cendekiawan tidak bisa berada di “Menara Gading” atau merasa asyik dengan aktivitasnya sendiri, mereka harus turun gunung untuk bekerja dengan lebih keras lagi, demi kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah di mana pun mereka berada.
Upaya ini perlu dilakukan, agar jangan sampai kita mewariskan generasi penerus bangsa yang disinyalir oleh Tuhan dalam Al Qur’an surah An Nisa’ : 9 diatas, yaitu generasi yang lemah – lost generation. Generasi bangsa yang lemah ilmunya, lemah akhlaknya (moralitasnya) dan lemah dalam etos kerjanya.
Semua ini adalah tanggung jawab para cendekiawan untuk mendidikan dan mengarahkan mereka menuju pada masyarakat yang dicita-citakan oleh Nabi yaitu “Masyarakat Madani”, yakni masyarakat yang berperadaban - yang menjadikan ilmu pengetahuan dan akhlak Islami sebagai fondasi yang kuat dalam mengelola kehidupan bermasyarakat.
Allahu a’lam..
Anak Muda: "Berkolaborasi untuk Indonesia yang Jauh Lebih Baik
Pada tanggal 10 – 12 Februari yang lalu, saya beruntung karena bisa ikut ambil bagian dalam acara yang saya anggap penting bagi kemajuan bangsa kita ke depan. Betapa tidak, karena pada acara ini, berkumpul sekitar 200 orang Pemuda Indonesia untuk perubahan bangsa di Bandung. Kegiatan itu disebut dengan “Indonesian Young Changemaker Summit” atau yang disingkat dengan IYCS.
Indonesian Young Changemakers Summit adalah momen berkumpulnya para pemuda Indonesia yang telah berkarya nyata untuk masyarakatnya. Kegiatan ini bertujuan untuk menyatukan visi bersama, mengkolaborasikan gerakan, dalam upaya mewujudkan indonesia yang lebih baik dan bermartabat. Seluruh peserta yang hadir berasal dari berbagai elemen gerakan pemuda, namun mempunyai karakteristik yang kuat, yaitu:
Berorientasi kerja atau berkarya nyata
Orientasi kerja atau berkarya nyata adalah kalimat yang pas untuk ditujukan pada para Pemuda Indonesia yang berkumpul dalam acara IYCS ini. Karena semua peserta yang hadir adalah merupakan anak muda yang tidak duduk berpangku tangan terhadap kondisi masyarakat atau bangsanya. Mereka tidak hanya melontarkan kritik kepada pemerintah, akan tetapi memberikan contoh bahwa untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa ini harus dengan karya nyata. Mereka semua sama-sama punya mimpi yang besar untuk kemajuan bangsanya. Yaitu menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri di atas kakinya sendiri tanpa harus mengemis dari asing. Dan untuk menjawab semua itu, pemuda Indonesia ini bersepakat untuk berbuat sekecil apa pun untuk kemakmuran masyarakat di sekitar mereka.
Berbagai kegiatan positif yang telah mereka torehkan untuk membantu masyarakat yang terbelakang agar bisa tetap sekolah, mempunyai usaha kecil, mendapatkan layanan kesehatan Cuma-Cuma bagi masyarakat miskin di pedesaan, membangun koperasi untuk kemandirian masyarakat pedalaman, pemberdayaan anak-anak Yatim piatu, menggalakkan masyarakat agar memahami sejarah, dan masih banyak lagi aktivitas peserta IYCS yang tidak saya sebutkan satu persatu. Intinya adalah mereka berkumpul untuk merumuskan poin-poin yang penting untuk menjadi agenda perubahan bangsa di masa yang akan datang.
Kreatif dan Memiliki Semangat untuk Berkontribusi
Dalam melakukan perubahan untuk bangsa dan negaranya, pemuda indonesia tidak boleh cepat puas. Persaingan antar negara di dunia saat ini, membutuhkan hadirnya para pemuda yang memiliki kreatifitas dan semangat berkontribusi yang tinggi untuk meningkatkan daya saing bangsanya di kancah internasional.
Hal ini pun dibuktikan oleh mereka yang berkumpul dalam acara IYCS ini. Hampir semua peserta yang hadir merasa tidak puas dengan program yang telah mereka lakukan untuk komunitasnya masing-masing. Maka acara IYCS ini menjadi ajang bagi pemuda Indonesia untuk saling tukar pikiran dan pengalaman dalam menyempurnakan aksi mereka setelah pulang ke daerahnya masing-masing.
Merajut tali kasih untuk kemaslahatan bersama, adalah penggalan kalimat yang pas untuk kita sampaikan bagi upaya beberapa anak muda Indonesia ini ke depan. Mereka saling mengasah kreatifitas dan kemampuannya untuk merubah keadaan dan kondisi masyarakatnya ke arah yang lebih baik.
Hadir dengan Semangat Pribadi untuk Berkolaborasi
Berangkat dari komonitas masing-masing yang skalanya kecil untuk bersatu membangun asa bagi negeri tercinta. Itu menjadi motif yang sangat kuat bagi peserta IYCS ini. Acara yang digelar dengan penuh gelora semangat dan sarat dengan motivasi perubahan ini, semakin ‘membakar’ semangat teman-teman semua, karena diadakan di Gedung Konfrensi Asia Afrika dan Gedung Indonesia Bangkit di Bandung. Aroma perubahan yang telah dikobarkan oleh para pemuda tahun 1928 lalu menjadi alasan tersendiri bagi kami untuk menguatkan diri dan menjalin keakraban agar melahirkan kesamaan pandangan dan pola gerakan yang sama dalam membangun bangsa ke depan.
Dalam memenuhi keinginan bersama untuk melakukan perubahan terhadap bangsa ke depan, maka pemuda Indonesia yang bergabung dalam acara IYCS ini, merumuskan dan menformulasikan “Sumpah Pemuda Jilid 2.0. Dengan keyakinan bahwa tiga karakteristik di atas adalah merupakan kekuatan generasi muda ini yang akan menjadi jawaban bagi ‘kegagalan’ pembaharuan Indonesia selama ini. Bangsa ini memang telah menyatukan identitas dan cita-citanya melalui Sumpah Pemuda 1928, namun belum menyelaraskan cara menuju ke sana. Kekuatan dan semangat jaman inilah yang dikristalisasi dalam Sumpah Pemuda jilid 2.0 yang intinya adalah membangun “Komitmen untuk Bekerja”.
Untuk mewujudkan Sumpah Pemuda Jilid 2.0 ini, panitia mencoba menjalankan proses yang tidak mudah. Mereka mengidentifikasi tujuan, format dan nilai-nilai luhur yang dianggap masih relevan untuk dipertahankan. Di samping itu, panitia juga melakukan survey lebih dari 700 responden dan berdiskusi secara intens dengan peserta yang menjadi inti dari perhelatan bersejarah ini.
Dari proses trsebutt di atas, panitia dan peserta IYCS menghasilkan formulasi Sumpah Pemuda 2.0 sebagai berikut:
Kami putra-putri Indonesia, berjanji untuk menegakkan integritas dan kepedulian demi mewujudkan Indonesia yang adil dan sejahtera
Kami putra-putri Indonesia, bertekad untuk berkreasi dan berkolaborai demi mewujudkan Indonesia unggul dan berdaya saing.
Kami putra-putri Indonesia, berikrar untuk bekerja keras dan bertanggung jawab demi Indonesia lestari, selaras dalam keragaman.
Sumpah Pemuda Jilid 2.0 ini meminjam istilahnya mas Ridwan Kamil, salah seorang SC dalam acara ini, adalah komitmen untuk bekerja mewujudkan Indonesia yang lebih baik, sebuah “bangunan Indonesia yang utuh dan kokoh”.
Sebagai kelanjutan dari kegiatan yang penting ini, semua peserta sepakat untuk membuat sebuah group diskusi lewat dunia maya atau internet, mengingat jarak antar peserta yang jauh. Sehingga tetap bisa menjalin hubungan dan berbagi semangat serta menyusun strategi untuk berkolaborasi dalam bentuk program yang real buat masyarakat dan bangsa.
Indonesian Young Changemakers Summit adalah momen berkumpulnya para pemuda Indonesia yang telah berkarya nyata untuk masyarakatnya. Kegiatan ini bertujuan untuk menyatukan visi bersama, mengkolaborasikan gerakan, dalam upaya mewujudkan indonesia yang lebih baik dan bermartabat. Seluruh peserta yang hadir berasal dari berbagai elemen gerakan pemuda, namun mempunyai karakteristik yang kuat, yaitu:
Berorientasi kerja atau berkarya nyata
Orientasi kerja atau berkarya nyata adalah kalimat yang pas untuk ditujukan pada para Pemuda Indonesia yang berkumpul dalam acara IYCS ini. Karena semua peserta yang hadir adalah merupakan anak muda yang tidak duduk berpangku tangan terhadap kondisi masyarakat atau bangsanya. Mereka tidak hanya melontarkan kritik kepada pemerintah, akan tetapi memberikan contoh bahwa untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa ini harus dengan karya nyata. Mereka semua sama-sama punya mimpi yang besar untuk kemajuan bangsanya. Yaitu menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri di atas kakinya sendiri tanpa harus mengemis dari asing. Dan untuk menjawab semua itu, pemuda Indonesia ini bersepakat untuk berbuat sekecil apa pun untuk kemakmuran masyarakat di sekitar mereka.
Berbagai kegiatan positif yang telah mereka torehkan untuk membantu masyarakat yang terbelakang agar bisa tetap sekolah, mempunyai usaha kecil, mendapatkan layanan kesehatan Cuma-Cuma bagi masyarakat miskin di pedesaan, membangun koperasi untuk kemandirian masyarakat pedalaman, pemberdayaan anak-anak Yatim piatu, menggalakkan masyarakat agar memahami sejarah, dan masih banyak lagi aktivitas peserta IYCS yang tidak saya sebutkan satu persatu. Intinya adalah mereka berkumpul untuk merumuskan poin-poin yang penting untuk menjadi agenda perubahan bangsa di masa yang akan datang.
Kreatif dan Memiliki Semangat untuk Berkontribusi
Dalam melakukan perubahan untuk bangsa dan negaranya, pemuda indonesia tidak boleh cepat puas. Persaingan antar negara di dunia saat ini, membutuhkan hadirnya para pemuda yang memiliki kreatifitas dan semangat berkontribusi yang tinggi untuk meningkatkan daya saing bangsanya di kancah internasional.
Hal ini pun dibuktikan oleh mereka yang berkumpul dalam acara IYCS ini. Hampir semua peserta yang hadir merasa tidak puas dengan program yang telah mereka lakukan untuk komunitasnya masing-masing. Maka acara IYCS ini menjadi ajang bagi pemuda Indonesia untuk saling tukar pikiran dan pengalaman dalam menyempurnakan aksi mereka setelah pulang ke daerahnya masing-masing.
Merajut tali kasih untuk kemaslahatan bersama, adalah penggalan kalimat yang pas untuk kita sampaikan bagi upaya beberapa anak muda Indonesia ini ke depan. Mereka saling mengasah kreatifitas dan kemampuannya untuk merubah keadaan dan kondisi masyarakatnya ke arah yang lebih baik.
Hadir dengan Semangat Pribadi untuk Berkolaborasi
Berangkat dari komonitas masing-masing yang skalanya kecil untuk bersatu membangun asa bagi negeri tercinta. Itu menjadi motif yang sangat kuat bagi peserta IYCS ini. Acara yang digelar dengan penuh gelora semangat dan sarat dengan motivasi perubahan ini, semakin ‘membakar’ semangat teman-teman semua, karena diadakan di Gedung Konfrensi Asia Afrika dan Gedung Indonesia Bangkit di Bandung. Aroma perubahan yang telah dikobarkan oleh para pemuda tahun 1928 lalu menjadi alasan tersendiri bagi kami untuk menguatkan diri dan menjalin keakraban agar melahirkan kesamaan pandangan dan pola gerakan yang sama dalam membangun bangsa ke depan.
Dalam memenuhi keinginan bersama untuk melakukan perubahan terhadap bangsa ke depan, maka pemuda Indonesia yang bergabung dalam acara IYCS ini, merumuskan dan menformulasikan “Sumpah Pemuda Jilid 2.0. Dengan keyakinan bahwa tiga karakteristik di atas adalah merupakan kekuatan generasi muda ini yang akan menjadi jawaban bagi ‘kegagalan’ pembaharuan Indonesia selama ini. Bangsa ini memang telah menyatukan identitas dan cita-citanya melalui Sumpah Pemuda 1928, namun belum menyelaraskan cara menuju ke sana. Kekuatan dan semangat jaman inilah yang dikristalisasi dalam Sumpah Pemuda jilid 2.0 yang intinya adalah membangun “Komitmen untuk Bekerja”.
Untuk mewujudkan Sumpah Pemuda Jilid 2.0 ini, panitia mencoba menjalankan proses yang tidak mudah. Mereka mengidentifikasi tujuan, format dan nilai-nilai luhur yang dianggap masih relevan untuk dipertahankan. Di samping itu, panitia juga melakukan survey lebih dari 700 responden dan berdiskusi secara intens dengan peserta yang menjadi inti dari perhelatan bersejarah ini.
Dari proses trsebutt di atas, panitia dan peserta IYCS menghasilkan formulasi Sumpah Pemuda 2.0 sebagai berikut:
Kami putra-putri Indonesia, berjanji untuk menegakkan integritas dan kepedulian demi mewujudkan Indonesia yang adil dan sejahtera
Kami putra-putri Indonesia, bertekad untuk berkreasi dan berkolaborai demi mewujudkan Indonesia unggul dan berdaya saing.
Kami putra-putri Indonesia, berikrar untuk bekerja keras dan bertanggung jawab demi Indonesia lestari, selaras dalam keragaman.
Sumpah Pemuda Jilid 2.0 ini meminjam istilahnya mas Ridwan Kamil, salah seorang SC dalam acara ini, adalah komitmen untuk bekerja mewujudkan Indonesia yang lebih baik, sebuah “bangunan Indonesia yang utuh dan kokoh”.
Sebagai kelanjutan dari kegiatan yang penting ini, semua peserta sepakat untuk membuat sebuah group diskusi lewat dunia maya atau internet, mengingat jarak antar peserta yang jauh. Sehingga tetap bisa menjalin hubungan dan berbagi semangat serta menyusun strategi untuk berkolaborasi dalam bentuk program yang real buat masyarakat dan bangsa.
Subscribe to:
Posts (Atom)