Saturday, April 28, 2012

Tanggung Jawab Pendidikan ada di Pundak Siapa?



Foto acara motivasi Siswa Sekolah Rakyat Bogor
Kebijakan pembangunan pendidikan dalam kurun waktu 2004-2009 diperioritaskan pada peningkatan akses masyarakat  terhadap pendidikan dasar yang lebih berkualitas melalui peningkatan pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan pemberian akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang dapat menjangkau layanan pendidikan dasar, khususnya mereka yang berada di pedalaman dan pedesaan yang susah dijangkau.

Kenaikan harga BBM beberapa tahun terakhir ini yang diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya, akan menurunkan kemampuan daya beli penduduk miskin. Termasuk dalam menyekolahkan anak-anak mereka di lembaga-lembaga pendidikan yang ada di sekitarnya. Ditambah lagi dengan biaya sekolah akhir-akhir ini yang harganya setinggi langit. Ini terjadi karena adanya komersialisasi pendidikan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang ada. Sehingga masyarakat Indonesia menganggap bahwa sekolah yang berkualitas itu harus mahal. Anggapan tersebut pelan-pelan harus diperbaiki dengan adanya upaya keras dari pemerintah untuk memberi peluang yang seluas-luasnya kepada masyarakat menyelenggarakan pendidikan yang murah dan berkualitas.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiona mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Konsekwensi dari amanat undang-undang tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh masyarakat tanpa kecuali, khususnya peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) serta satuan pendidikan yang sederajat.

Salah satu indikator penuntasan program wajib belajar 9 tahun bisa diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK). Pada tahun 2005, APK tingkat SMP sebesar 85,22%  dan pada akhir 2006 telah mencapai angka 88,68%. Target penuntasan Wajib Belajar 9 tahun harus dicapai pada tahun 2008/2009 dengan APK minimum 95% (Ini versi Diknas). Dengan demikian, pada saat ini masih ada sekitar 1,5 juta anak-anak usia 13-15 tahun yang masih belum mendapatkan layanan pendidikan dasar (data Diknas tahun 2008/2009). Namun kalau kita melihat kondisi ril di masyarakat saat sekarang, mungkin angkanya akan lebih besar lagi, apalagi kalau kita menyisir masyarakat pedalaman dan yang tinggalnya di daerah-daerah yang sulit  terjangkau oleh transportasi.  Bahkan Saya punya keyakinan target itu akan meleset. Oleh karenanya, tugas kita sebagai masyarakat harus ikut memberi kontribusi dalam menuntaskan program Wajar Dikdas 9 Tahun ini. Mengingat masih banyak anak-anak usia sekolah yang masih belum terjaring oleh sekolah dengan berbagai alasan masing-masing.

Memang tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan bukan melulu di pundak pemerintah, akan tetapi masyarakat pun bisa memberikan kontribusi dalam mewujudkan kebijakan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tersebut di atas. Itu pula yang pernah dissampaikan oleh Bapak Pendidikan kita almarhum Kihajar Dewantoro: “ Tanggung jawab pendidikan ada di tiga elemen, 1) Pemerintah, 2) Keluarga, dan 3) Masyarakat. Yang kita kenal dengan istilah “ Tri Pusat Pendidikan”.

Secara yuridis formal, memang kebijakan Undang-undang mengaharuskan pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam mewujudkan penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun tersebut. Yang artinya, kalau pemerintah tidak mampu mengemban amanah konstitusi, menurut undang-undang sistem pendidikan nasional tersebut, masyarakat bisa mengajukan komplin yang ditujukan kepada Dikbud RI. Karena dianggap lalai menjalankan amanat undang-undang dimaksud dalam memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik usia 7-15 tahun di berbagai pelosok negeri. Namun merujuk pada apa yang disampaikan oleh Kihajar Dewantoro di atas, pendidikan bukan hanya tugas pemerintah dalam pelaksanaannya. Akan tetapi masyarakat pun punya andil serta kontribusi yang besar dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

Menyinggung peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, sejarah telah mencatat dengan baik, bagaimana pondok pesantren berkiprah dan memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam membantu pemerintah dalam membangun sendiri gedung-gedung sekolah dan kemudian melaksanakan proses belajar mengajar secara sukarela dan menjadi corong perubahan sejak jaman penjajahan di negeri ini. Hal ini menunjukkan pada kita bahwa sebenarnya masyarakat begitu besar kontribusinya dalam upaya mencerdaskan generasi bangsa sejak awal pendirian bangsa ini.

Setidaknya alasan di atas, menjadi poin penting bagi kami yang bernaung di bawah payung Yayasan Sekolah Rakyat Bogor untuk mempertegas niat dan menguatkan langkah untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan hak-hak dasarnya sebagai warga negara dalam memenuhi kebutuhannya untuk sekolah.

Allahu a’lam.






No comments:

Post a Comment