Penulis: Kahfi Dirga Cahya
Tak dapat dipungkiri, dunia pendidikan merupakan gerbang untuk membangun bangsa yang lebih baik. Semua berbekal sumber daya yang mumpuni guna menciptakan suatu hal yang bersifat pembaruan. Tidak hanya itu, tapi juga berguna bagi pembangunan negara, dalam hal ini Indonesia.
Setiap negara ihwalnya punya rancangan sendiri terkait sistem pendidikannya. Dimana hal itu akan menentukan kemana arah output hasil pendidikan tersebut. Dan, itu yang kemudian membuat suatu bangsa besar. Sumber daya manusia yang punya kapabilitas.
Biasanya, rancangan pendidikan dibuat oleh pemimpin di sebuah negara. Idealnya, mereka akan menetapkan secara pasti, terkait sistem apa yang akan dipakai. Bangsa yang mapan tentunya tak akan berani mengganti sistem pendidikan yang sudah mapan.
Namun, yang terjadi—bangsa di luar itu, akan mudah berganti sistem pendidikan. Sehingga hasilnya jauh dari harapan. Hal ini pun terjadi di Indonesia. Negara yang dipijak oleh kita, belum punya standarisasi yang jelas mengenai sistem pendidikan. Alhasil, yang didapat jauh dari harapan.
Untuk itu, mendekati pemilu 2014 ini perlu dilihat bersama bahwa memilih pemimpin bukan sekadar berorientasi pembangunan (gedung dan ekonomi) semata. Tapi, bagaimana menghasilkan sumber daya manusia yang baik lewat pendidikan.
Majukan pendidikan
Inisiator Sekolah Rakyat Bogor, Munawar M. Ali mengatakan pada TNOL (28/2) bahwa perlu seorang pemimpin yang paham tentang dunia pendidikan. Sehingga masyarakat pada akhirnya dapat menuai hasil dari pendidikan dengan memuaskan.
“Poinnya, salah satunya adalah untuk bisa melahirkan dunia pendidikan yang bagus butuh pemimpin yang mengerti dunia pendidikan,” ujar Munawar yang mempersembahkan sekolahnya untuk masyarakat umum secara gratis.
Dunia pendidikan di Indonesia nyatanya memang perlu pembenahan dari berbagai sisi. Terutama dari segi ‘pengetuk palu’—dalam hal ini pemerintah. Sampai sekarang, pemerintah menurut penilaian Munawar tidak punya political will untuk memajukan pendidikan.
“Mendikbud (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) itu seharusnya orang yang memiliki political will. Sehingga pada akhirnya dapat memajukan dunia pendidikan Indonesia,” jelas Munawar.
Pasalnya, pemerintah di Indonesia dalam dunia pendidikan hanya berpikir keuntungan semata. Munawar sendiri melihat pendidikan di Indonesia merupakan bagian dari penerapan konsep komersialisasi pendidikan.
“Dunia pendidikan di Indonesia hanya mencari bagaimana bisa dapat keuntungan finansial. Maka, komersialisasi pendidikan di Indonesia luar biasa,” Munawar menilai.
Ia menuturkan banyak teman-temanya yang kuliah di luar negeri kemudian berkunjung ke Indonesia merasa kaget dengan sistem dan biaya pendidikan di sini. Salah satunya adalah mahalnya biaya untuk mendapatkan ilmu.
“Teman-teman saya yang kuliah di luar, terkaget-kaget dengan dunia pendidikan Indonesia yang sangat mahal,” cerita Munawar.
Di Indonesia sendiri banyak pendapat yang berkembang bahwa kalau ingin mendapatkan ilmu perlu biaya yang cukup tinggi. Hal itu juga diamini oleh Munawar. “Kalau mau mendapatkan pendidikan kualitas bagus, maka harus bayar mahal,” jelas Munawar.
Termasuk dia sendiri yang juga harus mengeluarkan biaya mahal untuk sekolah anaknya. Hanya untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang bagus tentunya.
“Saya juga harus bayar mahal untuk mendapatkan pendidikan yang bagus bagi anak saya,” ucapnya mengkritisi.
Belajar dari Negeri sebrang
Jepang tentunya merupakan negara yang harus dicontoh dalam dunia pendidikan. Pasalnya, negara matahari terbit itu pernah diguncang oleh bom besar, namun tindakan yang dilakukan untuk menyelematkan negaranya adalah lewat dunia pendidikan.
“Setelah kejadian itu, Kaisar Jepang langsung mengumpulkan para guru yang ada untuk dikuliahkan lagi agar bisa membangun Jepang,” cerita Munawar.
Selain itu, Malaysia yang pernah dikirim guru oleh Indonesia di tahun 70-an merupakan contoh lain yang perlu diikuti. Nyatanya, sekarang malah negaranya jauh lebih maju di sistem pendidikannya. Salah satunya lewat program Mahatir Muhammad yang menyuruh untuk menguliahkan para guru.
Lebih miris lagi, sekarang Indonesia malah jadi salah satu pengimpor TKI (Tenaga kerja Indonesia) ke Negara Itu. “Kemarin saya diundang ke Malaysia, saya menggelengkan kepala, pendidikannya sangat bagus,” tutur Munawar.
Banyak persepsi yang tidak mengenakkan dari proses pendidikan di Indonesia. “Pendidikan di Indonesia berjalan di tempat. Kalo dikatakan mundur, iya,” kata Munawar.
Karenanya, ia menawarkan bahwa harus ada inventarisasi terhadap tokoh-tokoh—terutama anak-anak muda Indonesia yang cerdas. “Kalo meminjam kata Muhammad Natsir, kita harus melakukan inventarisasi tokoh-tokoh kita,” harapnya.
Ia juga menilai bahwa banyak anak-anak muda Indonesia yang cerdas. Apalagi anak-anak muda yang ada di luar. Mereka dibajak di luar oleh kepentingan asing, dalam kata lain Negara lain. “Kenapa presiden gak panggil mereka. Siapkan tempat buat mereka berkreasi. Besarkan bangsa sendiri,” jelas Munawar menyayangkan.
Ia berharap di era sekarang ini, Indonesia lebih meperhatikan lagi pendidikan sebagai ujung tombak pembangunan. “Di era reformasi, coba kita jadikan pendidikan sebagai ujung tombak pembangunan,” tutup Munawar memastikan.(Sbh)