Layaknya sebuah agama, Islam
memiliki dua dimensi yang kerap diangkat di permukaan. Yaitu sisi individu
pengikutnya dengan Tuhan dan sisi sosialnya kepada sesama makhluk-Nya. Sisi
Individu biasanya berupa hubungan vertikal seorang hamba secara langsung kepada
Sang Khalik, sementara dimensi sosial lebih mengarah kepada bagaimana
pengejawantahan nilai-nilai ke-Tuhanan dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui tulisan singkat ini, saya
ingin mengangkat mengenai pentingnya umat beragama, khususnya umat Islam untuk
mengedepankan dimensi sosial dari ajaran agamanya. Sehingga agama akan
kelihatan fungsinya sebagai alat perubahan untuk kesejahteraan umat manusia
secara universal.
Dalam ayat Al Qur’an (Al Ma’un:
1-2) misalnya, Tuhan mengutuk orang yang beragama tanpa menghiraukan kondisi
lingkungannya, sebagai orang yang telah mendustakan agama. Bahkan Dia – Tuhan
mengutus para nabi untuk mengajarkan umatnya masing-masing tentang pentingnya
memperhatikan dan mengayomi sesamanya. Maka dalam sebuah hadis yang masyhur,
Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Sebaik-baiknya
manusia adalah yang bermanfaat buat orang lain”.
Menarik bila kita merenungi sabda
nabi di atas. Beliau tidak katakan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang
paling banyak rakaat shalatnya. Namun nabi lebih mengarahkan pandangannya
kepada kemanfaatan umatnya kepada lingkungan social - kemasyarakatannya. Itu
menandakan bahwa yang dimaksudkan oleh nabi adalah manusia yang unggul –
manusia yang utama, yaitu mereka yang
banyak berkontribusi untuk kemaslahatan umat manusia dan makhluk Tuhan lainnya.
Di dalam Islam sebenarnya telah
memberikan porsi yang sangat besar bagi mereka yang tidak mampu untuk
mendapatkan pertolongan dan kasih sayang.
Layaknya manusia lainnya, mereka berhak untuk menikmati fasilitas yang
sama yang telah dibentangkan oleh Tuhan di atas muka bumi-Nya ini. Misalnya
yang berkaitan dengan Anak Yatim, Al Qur’an menyinggungnya sampai 23 ayat. Yang
intinya agar setiap umat Islam mencurahkan kasih sayang, membantu, mendidik
serta memeilihara mereka sebagaimana anak-anak mereka sendiri. Al Qur’an menyebutkan bahwa berbuat baik
kepada anak yatim dan dhu’afa merupakan salah satu tanda dari keimanan
seseorang. Oleh karena itu, kepedulian terhadap mereka yang membutuhkan pertolongan
atau uluran tangan merupakan kewajiban social dalam Islam.
Adalah KH. Ahmad Dahlan, pendiri
ormas besar Islam Muhammadiyah di Indonesia, ketika mengkaji dan mengajarkan
tentang surah Al Ma’un kepada para santrinya, beliau tak segera pindah ke surah
yang lain. Pada hal murid-muridnya merasa sudah menghafal, dan meminta untuk
lanjut ke surah berikutnya. Apa jawab Pak Kiai? Baik, kalian memang benar telah menghafal dan tau maknanya. Tetapi,
bukankah surah ini memiliki arti khusus? Bahkan bernada mengancam kepada setiap
orang yang beragama sebagai “Pendusta Agama” bila menelantarakan anak yatim dan
fakir miskin. Apakah ada di antara kita semua yang sudah betul-betul
mengamalkan surah Al Ma’un ini? Semuanya terdiam dan tak ada satu pun yang
berani menjawab. Betapa pentingnya
sebuah tindakan sosial dalam beragama, sehingga KH. Ahmad Dahlan mewanti –
wanti kepada para santrinya untuk benar-benar mengamalkan isi dan kandungan
dari surah Al Ma’un ini. Karena dengan cara itulah menurut Pak Kiai
Dahlan, umat Islam akan bisa bebas
dari ancaman Tuhan sebagai “Pendusta Agama”.
Hampir semua anjuran ibadah dalam Islam mengandung nilai sosial di
dalamnya. Misalnya ayat yang mewajibkan ibadah shalat, selalu digandengkan
dengan perintah menunaikan zakat. Itu menandakan bahwa ibadah shalat yang
sifatnya vertikal, pada akhirnya harus membawa pelaksananya kepada kesalehan
sosial, yaitu membantu manusia lain yang kurang beruntung melalui zakat,
sedekah dan infak. Selanjutnya, ibadah puasa Ramadhan yang sifatnya sangan individual, juga diakhiri atau ditutup dengan
kewajiban menunaikan zakat fitrah (zakat yang diwajibkan bagi setiap orang
Islam, kecil maupun tua). Begitu pula, ketika kita melaksanakan perintah ibadah
haji, juga diakhiri atau ditutup dengan ibadah qurban (menyembelih hewan
qurban) sebagai bukti kedekatan seorang hamba kepada Tuhannya. Dan ada lagi
ibadah-ibadah lainnya yang bisa kita kaji secara mendalam tentang keterkaitan
antara ibadah yang sifatnya individual dengan yang sifatnya sosial.
Bisa kita garis bawahi, bahwa berbuat kebajikan terhadap sesama manusia
atau kepada makhluk lainnya, sama bobotnya dengan mendirikan shalat, berpuasa,
dan menunaikan ibadah haji. Karena essensi dari semua ibadah yang telah
dianjurkan oleh Tuhan, akan bermuara kepada penghargaan dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan universal. Di situlah makna penting sabda Nabi Saw. di
atas, bahwa “Sebaik-baiknya manusia,
adalah mereka yang bermanfaat buat manusia lainnya”. Allahu a’lam.
No comments:
Post a Comment