Teori terpenting dalam ilmu perubahan perilaku manusia adalah kemampuan seseorang untuk sadar atas apa yang akan dilakukan. Kesadaran (awareness) menduduki urutan pertama dalam tahap perubahan perilaku seseorang. Mengajar untuk sebuah perubahan tidak hanya ditujukan kepada siswa, tetapi juga dimaksudkan untuk para pendidik. Karena dengan mengajar seorang guru akan semakin memahami perubahan pemahaman maupun sikapnya, sehinggap mampu mengukur sejauh mana dia mengalami perubahan dalam dirinya. Begitu juga pada tataran siswa, dengan belajar, mereka diharapkan akan mengalami perubahan pemahaman keilmuan maupun sikapnya dalam berbicara maupun bertindak.
Tentu yang dimaksud dengan perubahan di sini adalah perubahan pada diri sendiri. Ada sebuah ungkapan yang berbunyi: “Merubah diri sendiri sama halnya dengan melakukan perubahan untuk dunia”.
Pernyataan tersebut kesannya memang terlalu berlebihan. Akan tetapi begitulah kenyataannya, bahwa dengan memulai melakukan perubahan pada diri masing-masing, akan membawa perubahan yang semakin besar pada lingkungan di mana kita tinggal, bahkan pada skala yang jauh lebih besar lagi. Maka tidak salah, ketika Nabi ditanya bagaimana cara terbaik untuk merubah kebiasaan masyarakat? Rasulullah Saw. menjawab dengan kalimat yang pendek tapi berisi: “Ibda’ bi nafsika”, yang artinya: “Mulailah dengan dirimu sendiri”. Karena nabi sadar betul bahwa dengan melakukan perubahan pada diri sendiri dan komit terhadap apa yang dilakukan, maka akan mampu merubah pandangan banyak orang tentang makna penting sebuah perubahan.
Lalu kenapa harus memulai pada diri sendiri? Karena hanya diri sendiri yang akan mampu memulai perubahan, bukan orang lain! Dan di dalam diri setiap kita, ada “potensi Illahiah” atau potensi ke-Tuhanan yang menjadi kekuatan setiap orang. Dan potensi inilah yang harus digali dan dieksplor dengan baik, sehingga mampu memberi warna dalam proses belajar mengajar yang ditempuh oleh setiap orang.
Dalam kaitannya dengan hal ini, tugas Guru menjadi sangat menentukan setelah peran orang tua siswa di rumahnya, yaitu menfasilitasi dan mengarahkan anak didiknya agar mengalami perubahan. Misalnya, dari yang belum paham menjadi paham, yang malas menjadi rajin, yang agresif menjadi terkendali, yang sombong menjadi rendah hati, dari berbicara yang tidak senonoh menjadi bertutur kata yang indah, dan lainnya. Intinya sang Guru akan menfungsikan dirinya untuk meraih kesadaran bagi siswanya. Kesadaran bahwa belajar adalah mengulang kembali apa yang sudah ada dalam diri mereka. Dan belajar merupakan jembatan untuk mencapai cita-cita sukses dan mengukir sejarah masa depan yang gemilang. Semangat kesadaran seperti ini, harus menjadi pegangan bagi setiap guru ketika memasuki ruangan kelas sekolah. Agar anak didiknya terbangun sikap optimisme yang tinggi dalam perubahan sikap dasarnya yaitu terciptanya keinginan dan kebutuhannya yang tinggi untuk selalu belajar.
Untuk menunjang hal ini, guru sendiri perlu melakukan penyadaran sikap belajar sebagai proses pemahaman terhadap peserta didiknya. Melakukan inovasi-inovasi baru dalam hal metode belajar di kelas. Dengan menjadikan kelas sebagai “Orkestra”, bukan “kuburan” yang sepi dari kreativitas peserta didiknya. Menjadikan peserta didiknya sebagai “Subjek” bukan “Objek”, sehingga peserta didik diberi ruang untuk selalu melakukan kreativitas – kreativitas baru dalam proses belajar mengajar.
Pada kondisi ini, guru berfungsi sebagai fasilitator bukan yang menguasai forum. Di mana para siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan bakat dan potensi dirinya. Para siswa lagi-lagi tidak hanya dianggap sebagai “bank”, yang berfungsi sebagai wadah untuk menampung informasi atau ilmu pengetahuan. Mereka (siswa) memiliki hak untuk meng-eksplorasi dirinya sejauh mungkin, demi kemajuan dan perubahan mereka ke arah yang jauh lebih baik lagi. Karena di sinilah letak atau esensi dari “belajar” itu sendiri.
No comments:
Post a Comment