Friday, February 28, 2014

Munawar: Negeri Ini Butuh Pemimpin yang Paham Pendidikan

Penulis: Kahfi Dirga Cahya

Munawar, Inisiator Sekolah Rakyat Bogor/ Foto: KahfiMunawar, Inisiator Sekolah Rakyat Bogor/ Foto: KahfiTak dapat dipungkiri, dunia pendidikan merupakan gerbang untuk membangun bangsa yang lebih baik. Semua berbekal sumber daya yang mumpuni guna menciptakan suatu hal yang bersifat pembaruan. Tidak hanya itu, tapi juga berguna bagi pembangunan negara, dalam hal ini Indonesia.
Setiap negara ihwalnya punya rancangan sendiri terkait sistem pendidikannya. Dimana hal itu akan menentukan kemana arah output hasil pendidikan tersebut. Dan, itu yang kemudian membuat suatu bangsa besar. Sumber daya manusia yang punya kapabilitas.
Biasanya, rancangan pendidikan dibuat oleh pemimpin di sebuah negara. Idealnya, mereka akan menetapkan secara pasti, terkait sistem apa yang akan dipakai. Bangsa yang mapan tentunya tak akan berani mengganti sistem pendidikan yang sudah mapan.
Namun, yang terjadi—bangsa di luar itu, akan mudah berganti sistem pendidikan. Sehingga hasilnya jauh dari harapan. Hal ini pun terjadi di Indonesia. Negara yang dipijak oleh kita, belum punya standarisasi yang jelas mengenai sistem pendidikan. Alhasil, yang didapat jauh dari harapan.
Untuk itu, mendekati pemilu 2014 ini perlu dilihat bersama bahwa memilih pemimpin bukan sekadar berorientasi pembangunan (gedung dan ekonomi) semata. Tapi, bagaimana menghasilkan sumber daya manusia yang baik lewat pendidikan.
Majukan pendidikan
Inisiator Sekolah Rakyat Bogor, Munawar M. Ali mengatakan pada TNOL (28/2) bahwa perlu seorang pemimpin yang paham tentang dunia pendidikan. Sehingga masyarakat pada akhirnya dapat menuai hasil dari pendidikan dengan memuaskan.
“Poinnya, salah satunya adalah untuk bisa melahirkan dunia pendidikan yang bagus butuh pemimpin yang mengerti dunia pendidikan,” ujar Munawar yang mempersembahkan sekolahnya untuk masyarakat umum secara gratis.
Dunia pendidikan di Indonesia nyatanya memang perlu pembenahan dari berbagai sisi. Terutama dari segi ‘pengetuk palu’—dalam hal ini pemerintah. Sampai sekarang, pemerintah menurut penilaian Munawar tidak punya political will untuk memajukan pendidikan.
“Mendikbud (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) itu seharusnya orang yang memiliki political will. Sehingga pada akhirnya dapat memajukan dunia pendidikan Indonesia,” jelas Munawar.
Pasalnya, pemerintah di Indonesia dalam dunia pendidikan hanya berpikir keuntungan semata. Munawar sendiri melihat pendidikan di Indonesia merupakan bagian dari penerapan konsep komersialisasi pendidikan.
“Dunia pendidikan di Indonesia hanya mencari bagaimana bisa dapat keuntungan finansial. Maka, komersialisasi pendidikan di Indonesia luar biasa,” Munawar menilai.
Ia menuturkan banyak teman-temanya yang kuliah di luar negeri kemudian berkunjung ke Indonesia merasa kaget dengan sistem dan biaya pendidikan di sini. Salah satunya adalah mahalnya biaya untuk mendapatkan ilmu.
“Teman-teman saya yang kuliah di luar, terkaget-kaget dengan dunia pendidikan Indonesia yang sangat mahal,” cerita Munawar.
Di Indonesia sendiri banyak pendapat yang berkembang bahwa kalau ingin mendapatkan ilmu perlu biaya yang cukup tinggi. Hal itu juga diamini oleh Munawar. “Kalau mau mendapatkan pendidikan kualitas bagus, maka harus bayar mahal,” jelas Munawar.
Termasuk dia sendiri yang juga harus mengeluarkan biaya mahal untuk sekolah anaknya. Hanya untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang bagus tentunya.
“Saya juga harus bayar mahal untuk mendapatkan pendidikan yang bagus bagi anak saya,” ucapnya mengkritisi.
Belajar dari Negeri sebrang
Jepang tentunya merupakan negara yang harus dicontoh dalam dunia pendidikan. Pasalnya, negara matahari terbit itu pernah diguncang oleh bom besar, namun tindakan yang dilakukan untuk menyelematkan negaranya adalah lewat dunia pendidikan.
“Setelah kejadian itu, Kaisar Jepang langsung mengumpulkan para guru yang ada untuk dikuliahkan lagi agar bisa membangun Jepang,” cerita Munawar.
Selain itu, Malaysia yang pernah dikirim guru oleh Indonesia di tahun 70-an merupakan contoh lain yang perlu diikuti. Nyatanya, sekarang malah negaranya jauh lebih maju di sistem pendidikannya. Salah satunya lewat program Mahatir Muhammad yang menyuruh untuk menguliahkan para guru.
Lebih miris lagi, sekarang Indonesia malah jadi salah satu pengimpor TKI (Tenaga kerja Indonesia) ke Negara Itu. “Kemarin saya diundang ke Malaysia, saya menggelengkan kepala, pendidikannya sangat bagus,” tutur Munawar.
Banyak persepsi yang tidak mengenakkan dari proses pendidikan di Indonesia. “Pendidikan di Indonesia berjalan di tempat. Kalo dikatakan mundur, iya,” kata Munawar.
Karenanya, ia menawarkan bahwa harus ada inventarisasi terhadap tokoh-tokoh—terutama anak-anak muda Indonesia yang cerdas. “Kalo meminjam kata Muhammad Natsir, kita harus melakukan inventarisasi tokoh-tokoh kita,” harapnya.
Ia juga menilai bahwa banyak anak-anak muda Indonesia yang cerdas. Apalagi anak-anak muda yang ada di luar. Mereka dibajak di luar oleh kepentingan asing, dalam kata lain Negara lain. “Kenapa presiden gak panggil mereka. Siapkan tempat buat mereka berkreasi. Besarkan bangsa sendiri,” jelas Munawar menyayangkan.
Ia berharap di era sekarang ini, Indonesia lebih meperhatikan lagi pendidikan sebagai ujung tombak pembangunan. “Di era reformasi, coba kita jadikan pendidikan sebagai ujung tombak pembangunan,” tutup Munawar memastikan.(Sbh)

Thursday, February 27, 2014

Arti Anak Buat Orang Tua

Anak adalah amanah (titipan) Allah buat orang tuanya. Karena dia merupakan titipan, maka sudah sewajarnya bagi orang tua yang dititipi amanah harus menjaga, memelihara dan mengayominya agar mereka tumbuh dan besar sesuai harapan yang telah memberi amanah, yaitu Allah Ta'ala.

Di samping itu anak membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya, sebagaimana Tuhan telah menyayangi dan mencintai para HambaNya. Bahkan ada yang bilang: "Anak adalah harta yang mahal buat orang tuanya". Artinya anak merupakan future (masa depan) buat orang tua dan keluarganya.

Sehubungan dengan persoalan di atas, Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah pernah berkata: " Didiklah anak anakmu dengan ilmu yang sesuai dengan zamannya.Karrena mereka hidup bukan pada zaman kalian". Pernyataan Imam Ali di atas, mempunyai makna yang jauh ke depan (visioner), di mana orang tua dituntut untuk mendidik dan membimbing putra putrinya dengan ilmu pengetahuan dan berusaha keras untuk memperkenalkan Tuhan kepada anak-anaknya. Dengan demikian anak-anak kita akan tumbuh ddan berkembang menjadi anak yang paham akan makna dan tujuan hidupnya dan yang lebih penting adalah mereka mengenal Sang Penciptanya - yaitu Allah SWT. Alhasil, orang tua yang mendidik dan membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang akan berhak mendapatkan predikat sebagai orang tua yang baik. Dan akan mendapatkan rahmat dan kasih sayang dari Tuhannya di akhir hayatnya. Sebagaimana bunyi doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. yang berbunyi:" Ya Tuhanku...Ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku dan sayangilan mereka berdua sebagaimana mereka telah menyanyangiku di waktuku kecil".

Dari teks doa tersebut sangat terlihat bahwa orang tua yang akan mendapatkan kasih sayang dan ulurang tangan anak-anaknya di masa tuanya adalah mereka yang telah menginvestasikan kasih sayangnya untuk anak-anaknya di waktu mereka masih kecil. Itulah poin penting yang bisa kita petik dari substansi doa yang selalu kita pintakan buat kedua orang tua kita selama ini.

Doa yang yang sudah turun temurun ini, mengajarkan kepada kita bahwa betapa pentingnya memperlakukan anak dengan penuh kasih sayang dalam kehidupan mereka, agar mereka tumbuh menjadi anak-anak yang tahu berbalas budi alias berakhlak mulian kepada orang tuanya atau lingkungan sekitarnya.

Sebliknya orang tua yang memperlakukan anak-anak mereka dengan kekerasan atau dengan perilaku yang tidak baik atau kasar, maka anak-anak mereka pun akan tumbuh dan besar menjadi anak-anak yang memiliki perangai yang tidak baik pula.  Di sini akan berlaku hukum causalitas - hukum sebab akibat. Meminjam ungkapan Kahlil Gibran: "Anak adalah ibarat anak panah yang dilepas dari busurnya". Artinya orang tua mempunyai andil yang besar dalam mengarahkan dan membidik anak panah dari busurnya, sehingga dapat mengenai sasaran denga tepat dan jitu. Dengan kata lain, perilaku atau akhlak  anak-anak kita sangat bergantung bagaimana bimbingan dan didikan orang tua dan lingkungannya.

Sebagai penutup, Anak-anak kita adalah masa depan atau "sejarah masa depan" kita sebagai orang tuanya. Oleh karenanya, mereka harus mendapatkan hak-hak hidupnya sebagai anak-anak. Biarkan mereka tumbuh dan berkembang dengan alamiah dan fitrahnya sebagai anak-anak yang cerdas secara intelektual, cerdas secara emosional dan cerdas secara spiritual.

Wallahu a'alam..

Tuesday, February 25, 2014

Semangat Ilmu untuk Membantu Masyarakat...

Alkisah seorang murid yang sudah belajar bertahun-tahun pada seorang guru di sebuah gunung. Pada suatu malam gurunya berkata, "Kamu boleh pergi sekarang dan kembalilah ke dunia kehidupanmu sehari-hari".

Sang murid menjawab, Tuan guru, saya sungguh belum mempunyai rencana seperti itu dan bahkan tidak mengharapkan hal itu akan terjadi. Saya masih ingin terus tinggal di gunung yang sepi dari kebisingan kehidupan kota sehingga bisa terus belajar meditasi dan menyempurnakan diri di bawah bimbingan guru".

Tetapi sekarang justeru tiba-tiba gurunya yang mengubah semua itu.

Gurunya melanjutkan, "kembalilah ke dunia dan amalkan ilmu yang telah kamu pelajari untuk kebaikan masyarakat".

Dialog singkat sang Guru dengan muridnya di atas, adalah cerminan buat siapa pun yang pernah menuntut ilmu, untuk kemudian ilmu yang telah didapat bisa diamalkan dengan baik dan bermanfaat banyak untuk membantu manusia lain. Itulah prinsip dasar yang harus dilakukan oleh orang yang menuntut ilmu di mana pun mereka berada, yaitu menjalankan ilmunya untuk kepentingan masyarakat luas.

Dari cerita pendek di atas, mengingatkan saya kepada pesan Imam Syafii kepada pengikutnya, : "Sebelum menjadi pemimpin, maka belajarlah yang banyak, karena kalau kalian sudah menjadi pemimpin, maka tidak ada lagi waktu untuk belajar". Artinya ketika kita sudah menjadi pemimpin, waktu kita akan habis untuk melayani masyarakat siang dan malam. Karena hakikat jadi pemimpin adalah menjadi pelayan bagi rakyat yang dipimpin.

Sangat benar apa yang disampaikan oleh Imam Syafii dan sang Guru tadi, bahwa setiap kita diharuskan untuk mencari ilmu sebanyak mungkin selagi belum menerima amanah untuk memimpin masyarakat. Namun ketika ilmu sudah didapat, ada kewajiban untuk menyampaikannya untuk kemaslahatan umat dan bangsa.

Intinya adalah... Semangat ilmu hanya untuk membantu dan mensejahterakan manusia.

Selamat berkarya untuk kemajuan diri dan masyarakat luas!